REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan lebih dari 10 ribu warga sipil Afghanistan tewas atau terluka dalam kekerasan tahun lalu. Serangan bom militan menjadi penyebab utama kematian tersebut. Di sisi lain, Jumlah korban semakin bertambah karena serangan udara oleh pasukan AS dan pemerintah.
Menurut PBB, jumlah keseluruhan korban sipil tahun lalu 3.438 tewas dan 7.015 terluka. Angka ini sembilan persen lebih rendah dari tahun sebelumnya. Namun, angka tersebut menyoroti tingginya jumlah korban yang disebabkan oleh bom militan Taliban. "Serangan antipemerintah sengaja menargetkan warga sipil menyumbang 27 persen dari total korban sipil terutama dari serangan bom bunuh diri dan kompleks," ujar PBB dalam sebuah pernyataan, Kamis (15/2).
Baca juga, Dua Masjid Afghanistan Diserang Bom, 63 Orang Tewas.
Dua pertiga dari semua korban tahun lalu disebabkan oleh pasukan antipemerintah. Taliban bertanggung jawab atas 42 persen, ISIS 10 persen dan 13 persen disebabkan oleh unsur-unsur anti-pemerintah yang belum diklasifikasikan.
Pasukan pro-pemerintah menyebabkan seperlima korban sipil dengan 16 persen dikaitkan dengan pasukan Afghanistan, dua persen ke pasukan internasional dan satu persen masing-masing ke kelompok bersenjata pro-pemerintah dan pasukan pro-pemerintah yang belum diklasifikasikan.
Kampanye udara oleh pasukan internasional dan pemerintah menyumbang enam persen korban sipil pada 2017, dengan 295 orang tewas dan 336 terluka. Angka ini meningkat tujuh persen dari tahun sebelumnya.
Perempuan dan anak-anak menjadi korban utama dari kekerasan tersebut. Sebanyak 359 wanita terbunuh tahun lalu, meningkat lima persen dari tahun sebelumnya-dan 865 lainnya cedera. Jumlah korban anak-anak yakni 861 orang tewas dan 2.318 orang luka-luka. Angka itu 10 persen lebih rendah dari 2016.
"Warga sipil Afghanistan telah terbunuh dalam kehidupan sehari-hari mereka - naik bus, berdoa di sebuah masjid, hanya berjalan melewati sebuah bangunan yang menjadi sasaran," kata Komisaris Tinggi HAM PBB Zeid Ra'ad al Hussein dalam sebuah pernyataan.
Ia mengatakan, serangan semacam itu dilarang menurut hukum humaniter internasional. Kemungkinan besar, dalam banyak kasus, merupakan kejahatan perang. Pelaku harus diidentifikasi dan bertanggung jawab.
Presiden AS Donald Trump memperkenalkan strategi AS yang lebih agresif di Afghanistan pada Agustus lalu termasuk peningkatan serangan udara. Militan telah menanggapi dengan serangan di Kabul dalam beberapa pekan terakhir, menewaskan hampir 150 orang.