REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perluasan pasal zina di Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) delik aduan dan objek pemidanaan yang diperluas, dianggap berpotensi over kriminalisasi. Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati mengatakan over kriminalisasi ini karena seluruh perilaku direspon dengan menggunakan pemidanaan sebagai jalan keluar.
"Itu menunjukkan solusi edukasi, pembinaan melalui agama dan contoh budi pekerti yang baik sudah tidak digunakan lagi," kata Sri, Kamis (15/2).
Pendekatan agama dan budi pekerti menurutnya seperti diabaikan dan tidak menjadi pegangan dalam hidup bernegara. Negara akan dihadapkan dengan minimnya penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Sementara di satu sisi korban yang paling rentan atas perluasan pasal zina ini adalah masyarakat awam dan miskin. Menurut Sri bila perluasan pasal zina di RKUHP ini tidak ditinjau lebih bijak, banyak kelompok masyarakat yang selama ini pemenuhan hak hidupnya sudah terbatas justru akan jadi sasaran kriminalisasi.
"Sekalipun disebutkan pengusutan berdasarkan delik aduan," ujarnya.
Karena itu Komnas Perempuan lebih merekomendasi adanya pembinaan daripada unsur pemidanaan. Komnas Perempuan juga mengadvokasi Rancangan Undang Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual.
Menurutnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini lebih dapat membuat kepastian hukum. Sehingga tidak mengkriminalkan kelompok masyarakat yang rentan.