REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Budayawan Prof Dr Wayan Dibia mengkhawatirkan Tari Joged Bumbung "dicabut" statusnya sebagai bagaian Warisan Budaya Tak Benda dari UNESCO. Hal tersebut karena maraknya kesenian Joged yang dibawakan secara seronok.
"Joged jaruh (joged yang dibawakan dengan porno atau seronok, red) jika ini dibiarkan begitu saja, kami khawatirkan, badan organisasi UNESCO yang telah menetapkan sembilan tarian Bali, khususnya Joged, bisa dicabut," katanya di Denpasar, Bali, Kamis.
Untuk itu, Prof Dibia mengajak para komponen pelaku seni agar kembali memberikan ruang joged tradisi, khususnya di Kabupaten Gianyar, yang terkenal dengan sebutannya sebagai Kota Seni itu.
"Saya ingatkan, Gianyar itu basis joged tradisi. Sekaa-sekaa joged disana jangan melayani Joged jaruh. Penari juga jangan lagi melayani Joged jaruh. Sesuaikan joged itu ditampilkan, di ruang yang tepat, jangan tampilkan joged saat odalan (ritual di pura)," ujar Guru Besar ISI Denpasar itu.
Senada dengan Prof Dibia, Budayawan Prof Dr I Made Bandem mengatakan sangat disayangkan kalau Joged jaruh tidak bisa diberantas. Maka, ancamannya adalah pengakuan UNESCO bisa dicabut.
"Kami siap melakukan gerakan bersama dengan cara melakukan protes ke pihak YouTube di Amerika sana, caranya libatkan mahasiswa, pelajar, untuk mengikuti peretasan upaya legal reporting (pelaporan) dan flaging (penandaan) secara serentak," ucapnya.
Apabila upaya ini dilakukan protes joged seronok dalam jumlah yang banyak, maka pihak YouTube akan langsung menghapusnya. Upaya ini juga sudah dilakukan beberapa waktu lalu dan sangat efektif.
Sementara Ketua Majelis Ulama Desa Pakraman Provinsi Bali, Jero Gede Putus Suwena Upadesha, mengatakan perlu aksi atau tindakan nyata untuk menghentikan Joged jaruh.
"Kami mengajak pemimpin desa pakraman (desa adat) berkoordinasi dengan aparat kepolisian, TNI tingkat desa, agar berbuat lebih serius mengawasi joged ini agar tidak menyalahi etika karena joged jaruh ini sejatinya adalah penistaan budaya. Kami mendorong untuk membuat perarem (aturan adat tertulis), buatkan sanksi. Jangan dibiarkan, tidak boleh sendiri-sendiri," ujar Suwena.