Jumat 16 Feb 2018 05:29 WIB

Menguak Misteri Kematian Jefri, Terduga Teroris Asal Lampung

Polisi menyatakan kematian Jefri karena serangan jantung usai ditangkap Densus 88.

Rep: Andrian Saputra, Arif Satrio/ Red: Elba Damhuri
ilustrasi teroris
Foto: dokumen pri
ilustrasi teroris

REPUBLIKA.CO.ID, Kematian terduga teroris, Muhammad Jefri (MJ, 31 tahun), menimbulkan kontroversi berkepanjangan. Polri membenarkan Jefri tewas setelah sebelumnya ditangkap tim Densus 88 Antiteror Polri di Indramayu, Jawa Barat, pada Rabu (7/2) lalu. Jenazah MJ dikabarkan telah dipulangkan ke daerah asalnya dan dikebumikan di Tanggamus, Lampung, pada Sabtu (10/2).

Kabar tewasnya Jefri ini tersebar dalam sejumlah akun media sosial Facebook. Diduga ada kejanggalan atas kematian Jefri ini di mana ada lebam-lebam dan sebelumnya Jepri sehat-sehat saja.

MJ dibekuk Detasemen Khusus 88 Antiteror di Jalan Jendral Sudirman, Cipancuh, Haurgelis, Indramayu pada Rabu (7/2) lalu. Jefri diduga turut terlibat dalam kegiatan kelompok teroris di Indonesia.

Diamankan pula istrinya, Ardilla (18 tahun) untuk menjalani pemeriksaan. Jefri diduga merupakan jaringan dan Binaan Ali Hamka yang merupakan Narapidana Teroris di LP Cipinang.

Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul sebelumnya mengatakan, penangkapan MJ ini merupakan upaya pencegahan serangan teroris. "Dari penangkapan ini, akan dilakukan tindakan di kota lain yang berdasarkan dari informasi yang di dapat," kata Martinus, Jumat (9/2).

Minta penjelasan Polri

Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) beserta Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) mendesak Mabes Polri menerangkan penyebab kematian Jefri. Dua ormas besar di Solo itu berharap kematian Jefri tak seperti kasus kematian Siyono beberapa tahun lalu pasca-ditangkap Desus 88 karena diduga terlibat dalam jaringan teroris.

Bahkan LUIS mendesak untuk dilakukan penelusuran medis untuk mengungkap penyebab kematian JF. "Kita harus buktikan secara medis maupun hukum dan informasi tersebut harus disampaikan oleh yang berwenang. Kita meminta kejelasan kematiannya sehingga publik bisa mengerti, memahami, dan memaklumi kematian tersebut," tutur Juru Bicara LUIS, Endro Sudarsono di Mapolresta Solo, Selasa (13/2).

Endro mengatakan, LUIS dan DSKS mendorong pemerintah, Polri, Komnas HAM, MUI beserta perwakilan ormas Islam untuk bersama-sama membentuk tim pencari fakta mengusut penyebab kematian Jefri. Untuk itu, LUIS dan DSKS mengirimkan surat terbuka yang ditujukan untuk Presiden Joko Widodo, Kapolri, Ketua Komnas HAM, Ketua DPR RI, Ketua MUI, Ketua PP Muhammadiyah, dan Katua PBNU.

Dia berharap publik tak dibuat bertanya-tanya dengan kematian Jefri hanya beberapa hari setelah penangkapan oleh Densus 88.  "Negara harus melindungi warganya dan bebas terhadap ancaman, tekanan fisik maupun psikis termasuk segala bentuk penganiayaan penyiksaan hingga menyebabkan kematian seseorang," kata Endro.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, meminta pihak kepolisian tidak mengabaikan penegakan hukum yang beradab, dan terus mengulangi insiden buruk kematian Siyono di Klaten. "Peristiwa ini bukan justru mengubur terorisme, namun mereproduksi terorisme baru," ujarnya.

Dahnil berharap Densus 88 dan kepolisian terbuka. Jika memang ada kesalahan dan maka harus ada hukuman pidana yang jelas. Tidak seperti kasus Siyono, kata dia, yang sampai detik ini tidak jelas penuntasan hukumnya, meskipun autopsi terang sudah membuktikan Siyono meninggal karena penganiayaan bukan karena hal lain.

Ia juga menyarankan keluarga Jefri berusaha mencari keadilan secara aktif dan tidak perlu takut. "Silakan bawa kasus kematian MJ ke Komnas HAM agar bisa ditangani oleh institusi negara tersebut, untuk dibuktikan penyebab kematian MJ. Ini penting, dan polisi tidak boleh tertutup terkait dengan hal ini," katanya.

Polri: Jefri kena serangan jantung

Kadivhumas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, kematian terduga teroris Muhammad Jefri alias Abu Umar murni disebabkan sakit jantung yang dideritanya. "Penyebab kematian yang bersangkutan adalah serangan jantung dengan riwayat penyakit jantung menahun," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis malam.

Setyo menceritakan, awalnya tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap Muhammad Jefri pada Rabu (7/2) pukul 18.00 WIB di Jalan Raya Haurgeulis, Desa Cipancuh, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Beberapa saat setelah ditangkap, Jefri mengeluh bahwa dirinya sesak nafas. Tim pun akhirnya membawa Jefri ke klinik terdekat di wilayah Indramayu, Jawa Barat.

"Setelah ditangkap, yang bersangkutan dibawa Densus untuk menunjukkan lokasi temannya, tapi dia mengeluh sesak napas. Kemudian oleh tim dibawa ke klinik terdekat," katanya.

Selanjutnya, di hari yang sama pukul 18.30 WIB, berdasarkan keterangan dokter di klinik tersebut, Jefri dikabarkan telah meninggal dunia. Jenazah Jefri kemudian diterbangkan ke RS Polri Said Sukanto, Jakarta untuk divisum dan diotopsi.

Pada Kamis (8/2), otopsi terhadap jenazah Jefri telah dilaksanakan. Dari hasil otopsi, diketahui bahwa penyebab kematian Jefri adalah serangan jantung.

"Jenazah tidak ada luka luar sama sekali. Diotopsi, organ-organ dibuka, kami periksa di lab, hasilnya kematian disebabkan serangan jantung. Yang bersangkutan memiliki riwayat penyakit jantung menahun," kata Kombes Arief Wahyono, dokter forensik RS Polri Said Sukanto.

Kemudian pada Jumat (9/2) sore, jenazah diserahkan oleh pihak RS Polri kepada keluarga mendiang Jefri. Jenazah dimakamkan di pemakaman Kapuran, Kelurahan Pasar Madang, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Lampung pada Sabtu (10/2). Jefri merupakan warga asal Lampung, kesehariannya berdagang kebab telur.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement