REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Lampung Tengah (Lamteng), Mustafa sampai saat ini masih menjalani pemeriksaan intensif dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, pejawat dari Partai Nasional Demokrat itu tiba di gedung KPK pada Kamis (15/2) malam setelah diamankan oleh tim KPK.
"Sekitar pukul 23.20 WIB pada Kamis (15/2), tim sudah membawa Bupati Lampung Tengah ke KPK untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Jumat (16/2).
KPK, sambung Febri, memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status Calon Gubernur Lampung itu. "Sejauh ini kami masih membutuhkan keterangan yang bersangkutan terlebih dahulu sebelum penentuan status hukumnya," tutur Febri.
KPK menduga Mustafa memberi arahan kepada bawahannya untuk mengumpulkan uang suap Rp 1 miliar. Uang tersebut disinyalir akan diserahkan kepada anggota DPRD Lampung Tengah terkait persetujuan DPRD atas pinjaman daerah kepada PT SMI sebesar Rp 300 miliar.
Sebelumnya, setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsimemberikan atau menerima hadiah atau janji kepada anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah terkait persetujuan pinjaman daerah untuk APBD 2018. Dalam perkara tersebut, diduga ada pemberian uang kepada anggota DPRD Lamteng terkait persetujuan DPRD dalam hal pinjaman daerah kepada PT SMI senilai Rp 300 miliar.
Pinjaman sebesar itu akan digunakan untuk membangun proyek infrastruktur yang bakal dikerjakan oleh Dinas PU Bina Marga Kabupaten Lamteng. Karena, untuk mendapatkan pinjaman tersebut perlu surat pernyataan yang disetujui bersama dengan DPRD Lamteng sebagai persyaratan nota kesepahaman dengan PT SMI.
Dalam perkara ini, diduga ada ada permintaan uang senilai Rp 1 miliar untuk memberikan persetujuan di dalam surat pernyataan. Diduga, atas arahan Bupati Lamteng Mustafa, dana tersebut kemudian diperoleh dari kontraktor sejumlah Rp 900 juta.
Sedangkan Rp 100 sisanya berasal dari dana taktis. Dalam komunikasi transaksi juga muncul kode cheese sebagai sandi untuk sejumlah uang yang dipersyaratkan agar pihak DPRD menandatangani surat pernyataan tersebut.
Natalis Sinaga dan Rusliyanto dalam perkara ini berperan sebagai penerima sedangkan Taufik sebagai pemberi. Natalis dan Rusliyanto disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Taufik disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.