REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap, calon investor Bank Muamalat bisa bergerak cepat jika ingin membeli saham bank syariah pertama di Indonesia tersebut. Menurut pengamatan OJK, ada cukup banyak investor yang ingin mengakuisisi Bank Muamalat.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso berpesan agar seluruh investor yang tertarik dengan Bank Mumalat jangan hanya berbicara di media. "Di koran begitu. Banyak yang bilang 'saya mau beli, saya mau beli,'" kata Wimboh saat berbincang dengan awak media di Jakarta, Kamis (15/2).
Meski begitu, Wimboh mengambil sisi positif dari banyaknya pemberitaan investor yang tertarik membeli Bank Muamalat. Itu artinya, kata dia, Bank Muamalat masih dalam kondisi sehat dan prospektif bagi investor.
OJK menilai, kondisi Bank Muamalat memang masih bagus karena tidak berada dalam pengawasan khusus. "Bank ini bagus, DPK (dana pihak ketiga) juga bagus, ada radang-radang, tapi masih bagus, bukan karena masalah likuiditas," kata Wimboh.
Wimboh pun meminta para nasabah untuk tidak khawatir secara berlebihan terhadap perkembangan Bank Muamalat. Sebab, persoalan yang terjadi saat ini sama sekali tidak menganggu proses bisnis secara keseluruhan. Menurut dia, kondisi yang baik ini membuat banyak investor yang masih berminat untuk mengakuisisi Bank Muamalat meski saat ini belum ada yang terealisasi.
Dalam waktu dekat, kata Wimboh, OJK akan melakukan pembicaraan dengan pemegang saham Bank Muamalat untuk membahas masalah rencana penambahan modal oleh investor dari luar. Menurut Wimboh, ada dua opsi yang bisa dipakai pemegang saham pengendali Bank Muamalat untuk memperkuat dan menambah modalnya. Opsi pertama, pemegang saham pengendali menyuntik sendiri sejumlah dana yang diperlukan untuk modal perseroan. Sumber dananya bisa dari kas internal ataupun dana dari eksternal.
Opsi kedua, kata Wimboh, pemegang saham pengendali bisa meminta suntikan dana dari luar. "Mau minta ke orang lain, boleh. Ini kami tanya ke pemegang saham agar kalau ada orang yang ingin jadi pemegang saham, ngomong ke pemegang saham pengendali," kata Wimboh.
Bank Muamalat berencana menerbitkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HEMTD) atau penerbitam saham baru kepada publik sebanyak 80 miliar lembar atau senilai Rp 4,5 triliun. Dana sebanyak itu digunakan untuk memperkuat permodalan bank yang memang mengalami persoalan pembiayaan bermasalah.
PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (PADI) yang sempat berminat menjadi pembeli siaga saham Muamalat mendadak mundur dari rencana. Hal tersebut dikarenakan Conditional Share Subcription Agreement (CSSA) atau perjanjian jual beli bersyarat antara Minna Padi dan Bank Muamalat telah berakhir pada 31 Desember 2017. Tapi, Minna Padi masih memiliki kemungkinan menjadi investor maupun fasilitator dari rights issue Bank Muamalat.
Direktur Utama Bank Muamalat Achmad Kusna Permana sebelumnya menyatakan, dengan mundurnya Minna Padi, proses pelepasan saham Bank Muamalat tetap berjalan dengan potensial investor yang lain. Bank Muamalat sedang mengesksplorasi investor potensial baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Analis Pefindo Danan Dita mengatakan, ketidakpastian investor menghambat gerak Bank Muamalat. Pefindo, kata dia, memberi peringkat idA dengan prospek negatif terhadap Bank Muamalat. Hal itu tidak lepas dari kabar batalnya investasi yang digalang Minna Padi.
Kabar konsorium investor itu juga digelayuti ketidakjelasan siapa saja yang ada di dalamnya. ''Kondisinya masih sangat fluid. Prospek negatif dari kami itu pun karena ketidakpastian,'' ungkap Dito.
Dengan ketidakpastian investor, rencana Bank Muamalat untuk melakukan kinerja kurang leluasa. ''Memang saling memengaruhi. Idealnya, saat ini, urusan kepemilikan saham dari rights issue selesai terlebih dulu,'' kata Dito.
Pefindo melihat, memang Bank Muamalat tekanan pada modal dengan CAR mepet dan kualitas pembiayaan yang masih harus dibenahi. Kalau ada kepastian siapa investornya, kata dia, tambahan modal, perbaikan portofolio dan pembenahan kualitas pembiayaan bisa segera dilakukan.
Soal kabar Ustaz Yusuf Mansur berminta membeli saham BMI melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD atau rights issue), Dito mengatakan, Pefindo harus mengonfirmasi terlebih dahulu kebenarannya. "Sejak 2017, informasi peminat saham Bank Muamalat banyak dan Pefindo masih memantau itu," ujar dia.
Berdasarkan catatan Pefindo, total aset Bank Muamalat per September 2017 mencapai Rp 57,71 triliun, pembiayaan Rp 40,99 triliun, pendanaan Rp 47,314 triliun, dan NPF 4,5 persen. Sementara, pada Desember 2016 aset Muamalat mencapai Rp 55,786 triliun, pembiayaan Rp 40,010 triliun, pendanaan Rp 41,919 triliun, dan NPF 4,8 persen.
Tanggapan BI atas Bank Muamalat
Bank Indonesia (BI) menilai persoalan yang dihadapi Bank Muamalat tidak berdampak signifikan terhadap stabilitas sistem keuangan domestik. Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto mengatakan bahwa ukuran aset Muamalat yang terlihat dari pembiayaan dan pendanaan tidak terlalu besar sehingga minim dampaknya pada industri.
"'Ukuran banknya sangat kecil sekali dibanding bank lain, seperti Bank Mandiri dan BRI, dan saya rasa Otoritas Jasa Keuangan bisa memperkirakan itu," ujarnya di Jakarta, Kamis (15/2).
Erwin mengatakan selama ini permasalahan yang mendera Muamalat belum pernah dibahas di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Menurut Erwin, Forum KSSK sudah memiliki protokol penanganan potensi terjadinya gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan.
OJK yang bertanggung jawab sebagai pengawas industri perbankan dan mikroprudensial, diyakini Erwin, sudah menangani Bank Muamalat sehingga tidak akan memberikan dampak lanjutan terhadap stabilitas. "Ini ranahnya Pak Heru Kristiyana (anggota DK OJK), memang ada masalah dari investor apabila kita lihat berita di media, tapi tinggal tunggu sajalah," ujarnya. (Pengolah: satria kartika yudha).