REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) pada Jumat (16/2) mendesak Malaysia memberikan perlindungan sementara bagi 11 orang Muslim Uighur yang akan diekstradisi oleh Cina.
Departemen Luar Negeri mengaku telah meminta Malaysia mengizinkan akses untuk badan pengungsi PBB ke Uighur. Tujuannya menentukan kelayakan mereka untuk diberikan perlindungan internasional dan pemukiman kembali pada akhirnya, di negara ketiga nanti. Muslim Uighur itu termasuk di antaranya sebuah kelompok yang terdiri dari 20 orang yang berasal dari Cina yang melarikan diri ke Thailand tahun lalu.
"Kami mendesak pihak berwenang Malaysia melakukan penyelidikan secara transparan dan memberikan perlindungan sementara kepada orang-orang ini, yang mungkin mengalami penyiksaan atau penganiayaan jika kembali melawan keinginan mereka," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri biro Asia Timur Michael Cavey.
Wakil Perdana Menteri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi mengatakan pada Sabtu Malaysia telah menerima permintaan resmi dari Cina untuk melakukan ekstradisi tersebut, yang ke-11. Zahid mengaku sedang mempertimbangkan permintaan tersebut dan polisi sedang menyelidiki apakah ada kelompok yang terlibat dalam kegiatan terorisme.
Human Rights Watch telah meminta Malaysia memastikan orang-orang Uighur tidak dideportasi secara paksa karena mereka menghadapi ancaman penjara dan penyiksaan. Beijing menuduh kelompok separatis di kalangan minoritas Uighur merencanakan serangan terhadap kelompok mayoritas Han di wilayah barat Cina, Xinjiang yang sedang bergolak, dan wilayah lainnya.
Sementara Cina telah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi di Xinjiang, yaitu penyiksaan terhadap tahanan Uighur dan kontrol ketat terhadap agama dan budaya mereka. Namun Cina menyangkal melakukan kesalahan tersebut.
Selama bertahun-tahun, ratusan mungkin ribuan orang Uighur telah lolos dari kerusuhan di Xinjiang, dengan bepergian ke Turki melalui Asia Tenggara secara sembunyi-sembunyi.
Ke-20 orang Uighur tersebut telah keluar dari penjara di dekat perbatasan Cina-Thailand dengan menggali lubang di dinding dan menggunakan selimut sebagai tangga. Lima orang ditangkap di Thailand pada bulan itu.
Pelarian tersebut adalah bagian dari kelompok lebih besar yang melarikan diri pada 2015. Mereka berjumlah 200 orang dan ditahan di Thailand. Anggota kelompok tersebut mengidentifikasi mereka sebagai warga negara Turki dan meminta dikirim ke Turki. Namun lebih dari 100 orang secara paksa dikembalikan ke Cina pada Juli 2015. Tindakan tersebut memicu kecaman internasional.