REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasal pemidanaan terhadap orang yang menawarkan atau mempertunjukan alat pencegah kehamilan seperti kondom, di dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), dinilai tidak efektif. Oleh sebab itu, perlu dibahas secara lebih detail dan diberikan defenisi yang jelas pemidanaan dalam pasal tersebut.
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Mohamad Subuh mengatakan, pasal tersebut dapat mempersulit upaya pencegahan HIV dan menambah penyebaran penyakit seks menular. Sebab, 78 hingga 80 persen Human Immunodeficiency Virus (HIV), ditularkan melalui hubungan heteroseksual.
Sehingga, dalam hubungan heteroseksual yang tidak aman, lanjut Subuh, maka dianjurkan pemakaian kondom. Tujuannya untuk mencegah dan menghindari penyebaran penyakit seks menular.
"Kalau hubungan heteroseksual yang tidak aman, ya salah satunya, ya kita harus menganjurkan pemakaian kondom yang tidak aman dalam hubungan itu," kata Subuhyang juga merupakan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, saat dihubungi Republika.co.id, Jakarta, Jumat (152).
Hingga saat ini saja, data yang tercatat sejak ditemukannya HIV pada 1987 hingga 2017, lanjut Subuh, penderita HIV di Indonesia kurang lebih ada sekitar 127 ribu penderita. Dimana, sekitar 92 ribu penderita HIV saat ini, masih menjalani terapi.
"Karena kita kan harus lihat apakah dia (penderita HIV) cocok diberikan obat, apakah sudah waktunya atau belum," tambahnya.
Daerah tertinggi bagi penderita HIV sendiri, lanjut Subuh, berada di Papua dan Papua Barat. Dengan ekuivalensi kurang lebih sekitar 2,41 persen, dari semua total penduduk yang berusia lima belasan tahun.
Selain mempersulit upaya pencegahan HIV dan menambah penyebaran penyakit seks menular, pasal tersebut juga akan menyulitkan pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB).
"Ya sama saja akhirnya kan menyulitkan (upaya pencegahan HIV dan menambah penyebaran penyakit seks menular dan program KB). Misalnya pemakaian kondom dan kontrasepsi kalau di KB prevent-nya hanya untuk kehamilan. Tapi kalau di kami di kesehatan adalah untuk mencegah penyakit menular. Tetapi secara kegunaannya sama-sama penting," tambah Subuh.
Seperti diketahui, pasal 481 di dalam draf RKUHP hasil rapat pemerintah dan DPR pada 10 Januari 2018, menyebutkan setiap orang yang tanpa hak dan tanpa diminta secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk mencegah kehamilan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.