Ahad 18 Feb 2018 08:47 WIB

Status Darurat Ethiopia akan Berlangsung Enam Bulan

Pengunduran diri PM merupakan pertama kalinya yang terjadi dalam sejarah modern Eropa

Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn saat konferensi pers pengunduran dirinya di Addis Ababa, Kamis (15/2).
Foto: AP Photo
Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn saat konferensi pers pengunduran dirinya di Addis Ababa, Kamis (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Status darurat yang diberlakukan di Ethiopia sehari setelah perdana menteri mengundurkan diri, akan berlangsung selama enam bulan, kata menteri pertahanan, Sabtu (17/2). Sementara itu, pihak berwenang berupaya mengatasi kerusuhan di negara dengan penduduk terpadat kedua di Afrika itu.

Kekerasan terus bermunculan di berbagai wilayah Ethiopia dan pemerintah mengeluarkan larangan bagi masyarakat untuk menggelar aksi unjuk rasa. Pemerintah juga melarang persiapan dan penyebaran selebaran-selebaran yang bisa menghasut dan menabur perselisihan.

"Pemerintah telah menjalankan beberapa upaya untuk mengendalikan kekerasan, namun masih ada saja orang yang kehilangan nyawa, banyak yang kehilangan tempat tinggal dan infrastruktur ekonomi rusak," kata Menteri Pertahanan Siraj Fegessa kepada para wartawan..

Perdana Menteri Hailemariam Desalegn pada Kamis secara mengejutkan mengumumkan mundur saat ia menyampaikan pidato di televisi. Pengunduran diri seorang perdana menteri merupakan pertama kalinya yang terjadi dalam sejarah modern Eropa.

Desalegn mengatakan ia menginginkan agar reformasi berjalan dengan mulus. Satu hari kemudian, pemerintah menyatakan negara dalam keadaan darurat. Parlemen, yang 547 kursinya dikuasai koalisi empat partai, diperkirakan akan mengesahkan status darurat itu dalam waktu dua pekan.

Ethiopia merupakan negara dengan perekonomian terbesar dan tumbuh paling pesat di Afrika Timur. Negara itu merupakan sekutu barat dalam upaya memerangi militansi garis keras Islamis. Namun, kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia kerap mengecam pemerintah karena membatasi ruang gerak lawan-lawan politik dan media.

Amerika Serikat, yang merupakan penyumbang bantuan terbesar, mengatakan "sangat tidak setuju" dengan keputusan Ethiopia untuk menerapkan aturan darurat.

"Pernyataan status darurat itu melemahkan langkah-langkah positif baru-baru ini menuju upaya menciptakan ruang politik yang lebih merangkul semua pihak, termasuk dengan pembebasan ribuan tahanan," kata kedutaan besar AS di Addis Ababa dalam pernyataan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement