REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wanita di Arab Saudi akhirnya dapat membuka usaha mereka sendiri tanpa persetujuan suami atau saudara laki-laki. Pasalnya, kerajaan tersebut saat ini tengah memperluas sektor swasta agar bisa tumbuh dengan cepat.
Perubahan kebijakan tersebut diumumkan oleh pemerintah Saudi pada Kamis (15/2) lalu. Hal ini menandai sebuah langkah besar bagi pemerintah Arab Saudi yang selama ini dikenal memiliki peraturan yang ketat.
"Perempuan sekarang dapat meluncurkan bisnis mereka sendiri dan mendapatkan keuntungan dari (pemerintah) e-services tanpa harus membuktikan persetujuan dari wali," ujar kementerian perdagangan dan investasi di laman resminya, seperti dilansir dari Alarabiya, Senin (19/2).
Di bawah sistem perwalian Arab Saudi, selama ini perempuan Arab Saudi memang kerap diminta untuk memberikan bukti izin dari wali laki-laki, seperti suami, ayah atau saudara laki-laki. Izin tersebut diperlukan untuk melengkapi dokumen pemerintah, bepergian atau mendaftar di sekolah.
Namun, setelah lama bergantung pada produksi minyak mentah untuk pendapatan ekonomi, kemudian Arab Saudi berupaya untuk memperluas sektor swasta negara tersebut. Termasuk, perluasan pekerjaan perempuan di bawah rencana reformasi untuk era pascaminyak.
Kantor jaksa penuntut umum Arab Saudi bulan ini mengatakan bahwa mereka juga akan mulai merekrut penyelidik wanita untuk pertama kalinya. Kerajaan ini juga telah membuka 140 posisi pekerjan untuk wanita Arab Saudi yang akan ditugaskan di bandara dan penyeberangan perbatasan.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman dalam kepemimpinannya, sejak beberapa bulan terakhir memang ingin memperluas peran perempuan dalam suatu pekerjaan. Ayahnya, Raja Salman, pada bulan September 2017 lalu juga telah menyetujui berakhirnya larangan mengemudi bagi perempuan selama berpuluh-puluh tahun, yang mulai berlaku pada bulan Juni.
Pangeran berusia 32 tahun itu menjanjikan akan membuat Arab Saudi lebih moderat dan terbuka pada bulan Oktober 2017 lalu. Pangeran Mohammed dipandang sebagai arsitek utama di balik program reformasi "Vision 2030" Arab Saudi, yang berusaha meningkatkan persentase perempuan di te kerja dari 22 persen menjadi hampir sepertiga.