REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemprov DKI Jakarta menggandeng Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan (PKTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Tegal, Jawa Tengah untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan (diklat) pengemudi angkutan umum.
Cara ini dilakukan untuk menerapkan sikap disiplin berlalu lintas serta bertanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan.
Penandatangan perjanjian kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta dengan PKTJ Tegal dilakukan oleh Sekretaris Daerah Saefullah dan jajaran PKTJ Tegal yang berlangsung di Balai Kota.
"Pemprov berkomitmen menjadikan jasa angkutan bus milik pemerintah menjadi lebih baik, dengan membuat program pendidikan dan pelatihan bagi pengemudi angkutan umum," kata dia di Balai Kota, Senin (19/2).
Saefullah mengatakan, jumlah angkutan kota yang ada di DKI Jakarta sekitar 16.514 kendaraan. 82 persennya adalah angkutan kecil (angkot), bus sedang 13 persen, dan sisanya 5 persen adalah bus besar. Jika satu kendaraan adalah satu pengemudi, kata Saefullah, maka ada 16.514 pengemudi angkutan umum di Jakarta.
Diklat diikuti 250 peserta dan dibagi menjadi beberapa angkatan. Per kelas diikuti maksimal 25 peserta. Dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, kegiatan ini menghabiskan anggaran Rp 2,337 miliar. Artinya, setiap peserta pelatihan dianggarkan kurang lebih Rp 8,5 juta.
Saefullah menambahkan, meski penyelanggaraan diklat masih terbatas untuk 250 orang, namun ini merupakan langkah awal untuk selanjutnya terus meningkatkan jumlah peserta diklat dalam kurun waktu lima tahun sehingga para pengemudi angkutan kota di Jakarta telah tersertifikasi.
"Bagi para pengemudi yang mengikuti program ini sudah di pastikan akan diprioritaskan menjadi pengemudi angkutan umum pada Program OK OTrip," ujar dia.
Adapun fasilitas yang didapat pengemudi jika bergabung dalam program OK OTrip di antaranya gaji bulanan, BPJS Kesehatan Ketenagakerjaan dan Kematian, serta bonus penghasilan tambahan bulanan bagi mereka yang menjadi pengemudi teladan. Program OK OTrip ini diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup (penghasilan) pengemudi.
Namun, sejalan dengan peningkatan penghasilan, perlu adanya standar kompetensi dan integritas bagi pengemudi sehingga dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan bukan sebagai pekerjaan sampingan.