REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- “American Heartland”, demikian julukan yang disematkan kepada salah satu negara bagian Amerika Serikat, Iowa. Pasalnya, negara bagian ini sangat subur dan menjadi ladang pangan AS.
Negara bagian di sebelah Barat Tengah AS tersebut merupakan penghasil jagung terbesar, sehingga dijuluki pula dengan “Tall Corn State” dan “Food Capital of the World”. Lokasi Iowa memang sangat strategis untuk lahan pertanian. Sungai mengelilingi negara bagian AS ke-29 ini.
Kesuburan tanah Iowa inilah yang pertama kali mengundang Muslimin berbondong-bondong datang. Mereka datang dan membuka usaha pertanian di sana. Dari situlah, Muslimin ini berkembang pesat di negara bagian seluas 145.743 kilometer persegi tersebut.
Tapi, tak terdata jelas berapa Muslimin di Iowa saat ini. Diperkirakan, jumlah mereka puluhan ribu atau sekitar kurang lebih lima persen dari total penduduk. Di area Waterloo saja, terdapat sekitar 5.000 Muslimin.
Titik awal Muslimin di Iowa, yakni di kawasan Raspids Cedar. Pada abad ke-19, banyak imigran Muslimin yang pindah dari tempat tinggal mereka. Saat itu, kawasan kekuasaan Turki Utsmani dilanda banyak masalah.
Alhasil, banyak penduduknya yang pindah ke Barat, terutama yang berasal dari Al-Baka, sebuah kawasan subur dekat Lebanon. Saat migrasi ke kawasan Amerika, banyak Muslimin memilih Iowa, lebih tepatnya di Raspids Cedar karena tanahnya yang juga subur.
Orang yang pertama tiba di sana, yakni seorang Suriah, Tom Bashara, dan dua orang Lebanon, Charles dan Sam Kacere. Mereka tiba di sana sekitar 1880-1890, melakukan pekerjaan pertanian dan menggagas dibukanya toko-toko yang menjajakan barang pedesaan untuk bertani.
Menurut laman web resmi Islamic Research Foundation International, Muslimin baru datang di Cedar Rapids pada 1895. Mereka mengolah tanah subur Iowa dan membangun komunitas Muslimin yang sukses. Selama seperempat abad, para imigran Muslimin tersebut menjajaki karier yang sangat sukses meski komunitas mereka tak lebih dari 20 orang saja.