REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menilai industri halal akan meningkatkan pemanfaatan lindung nilai (hedging) syariah. Aturan mengenai hedging syariah telah diterbitkan melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah.
Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Anwar Bashori, mengatakan, ketentuan mengenai hedging syariah sudah diterbitkan pada 2016. Kemudian fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai hedging syariah juga sudah ada. Hal tersebut untuk mengantisipasi adanya eksposur transaksi rupiah dengan valuta asing (valas).
"Tahun ini kami akan melakukan komunikasi cukup intensif dengan beberapa bank syariah juga Asbisindo serta para nasabah bank syariah bersama-sama untuk melakukan sosialisasi pentingnya hedging syariah. Karena transaksinya melibatkan rupiah, eksposur dari transaksi valas," kata Anwar saat dihubungi Republika.co.id, Senin (19/2).
Menurut Anwar, saat ini pemanfaatan hedging syariah memang belum setinggi lindung nilai valas pada umumnya. Hal itu diperkirakan karena kebutuhan hedging syariah juga belum banyak dibandingkan konvensional. Sehingga fasilitas tersebut juga belum banyak dilayani di bank syariah.
Jika bank syariah ingin membuka layanan hedging syariah, ketentuan sudah ada. Hal itu akan didorong sebagai bagian dari mitigasi risiko eksposur transaksi valuta asing. Dengan adanya edukasi dan sosialisasi, bisa membuka peluang nasabah yang selama ini melakukan hedging di bank konvensional beralih ke bank syariah. "Tapi nanti di dalam prakteknya seperti apa, akan sejalan dengan transaksi yang dilakukan nasabah di bank syariah, kalau sudah berjalan saya yakin akan masuk dalam pipeline program bank syariah," ujarnya.
BI juga akan berkomunikasi dengan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mengenai evaluasi pelaksanaan hedging syariah maupun fitur-fitur di dalam hedging syariah. Selain itu, untuk mengetahui sejauh mana progres hedging syariah yang dilakukan bank syariah. Para pelaku usaha juga digandeng karena selama ini belum banyak pengusaha yang mengetahui mengenai hedging syariah.
Dari sisi perbankan, dia menilai saat ketentuan hedging syariah diterbitkan, masing-masing bank membutuhkan persiapan. Dari sisi nasabah juga belum banyak yang melakukan transaksi eksposur valas dengan rupiah sehingga tuntutan dari nasabah belum banyak. Namun, semakin besar kebutuhan nasabah, Anwar memperkirakan semakin tinggi kebutuhan terhadap transaksi yang membutuhkan lindung nilai.
"Pemerintah kan mau menggalakkan industri halal, ini akan muncul kebutuhan terhadap lindung nilai secara syariah," imbuhnya.
Anwar menjelaskan, dengan digalakkannya industri halal, maka akan meningkatkan skala produksi pelaku usaha. Artinya, akan terjadi transaksi pengusaha dalam negeri dengan pengusaha luar negeri yang menggunakan valas. "Kalau industri halal muncul, wisata halal muncul, berarti ada eksposur mungkin transaksi jual beli Indonesia dengan negara lain, ada beberapa eksposur rupiah dan nonrupiah berarti nasabah punya kebutuhan, tentunya ada mitigasi risiko salah satunya dengan hedging syariah," ujarnya.
Menurut Anwar, hal tersebut menandakan jalannya industri keuangan dan industri sektor riil bisa paralel dan saling mendukung. Bank-bank yang ingin melakukan transaksi hedging diproses melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mekanismenya telah diatur dalam PBI. Kemudian, pada saat bank mau melakukan hedging harus ada laporan ke Bank Indonesia termasuk mencantumkan underlying aset.