REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek meminta masyarakat mematuhi larangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengkonsumsi cairan konsentrat Abothyl. Nila meminta masyarakat benar-benar mematuhi dan tidak melanggar imbauan BPOM.
"Ya kalau sudah dibilang seperti itu ya kamu (masyarakat) jangan coba-coba pakai lagi," ujarnya, di Jakarta Selatan, Senin (19/2).
Sebelumnya BPOM melalui website resminya menyampaikan hal-hal sebagai berikut. Pertama, Albothyl merupakan obat bebas terbatas berupa cairan obat luar yang mengandung policresulen konsentrat dan digunakan untuk hemostatik dan antiseptik pada saat pembedahan, serta penggunaan pada kulit, telinga, hidung, tenggorokan (THT), sariawan, gigi dan vaginal (ginekologi).
Kedua, BPOM RI secara rutin melakukan pengawasan keamanan obat beredar di Indonesia melalui sistem farmakovigilans untuk memastikan bahwa obat beredar tetap memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu. Ketiga, terkait pemantauan Albothyl, dalam 2 tahun terakhir BPOM RI menerima 38 laporan dari profesional kesehatan yang menerima pasien dengan keluhan efek samping obat Albothyl untuk pengobatan sariawan, di antaranya efek samping serius yaitu sariawan yang membesar dan berlubang hingga menyebabkan infeksi (noma like lession).
Empat, BPOM RI bersama ahli farmakologi dari universitas dan klinisi dari asosiasi profesi terkait telah melakukan pengkajian aspek keamanan obat yang mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat dan diputuskan tidak boleh digunakan sebagai hemostatik dan antiseptik pada saat pembedahan serta penggunaan pada kulit (dermatologi); telinga, hidung dan tenggorokan (THT); sariawan (stomatitis aftosa); dan gigi (odontologi).
"BPOM RI membekukan izin edar Albothyl dalam bentuk cairan obat luar konsentrat hingga perbaikan indikasi yang diajukan disetujui. Untuk produk sejenis akan diberlakukan hal yang sama," kata BPOM di laman resminya.
Selanjutnya kepada PT. Pharos Indonesia yang merupakan produsen Albothyl dan industri farmasi lain yang memegang izin edar obat mengandung policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat diperintahkan untuk menarik obat dari peredaran selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Pembekuan Izin Edar. Tujuh, BPOM mengimbau profesional kesehatan dan masyarakat menghentikan penggunaan obat tersebut.
"Delapan, bagi masyarakat yang terbiasa menggunakan obat ini untuk mengatasi sariawan, dapat menggunakan obat pilihan lain yang mengandung benzydamine HCl, povidone iodine 1 persen, atau kombinasi dequalinium chloride dan vitamin C," katanya.
Bila sakit berlanjut, masyarakat agar berkonsultasi dengan dokter atau apoteker di sarana pelayanan kesehatan terdekat. Sembilan, bagi profesional kesehatan yang menerima keluhan dari masyarakat terkait efek samping penggunaan obat dengan kandungan policresulen atau penggunaan obat lainnya, dapat melaporkan kepada BPOM RI melalui website:www.e-meso.pom.go.id.
Poin kesepuluh, BPOM mengajak masyarakat untuk selalu membaca informasi yang terdapat pada kemasan obat sebelum digunakan, dan menyimpan obat tersebut dengan benar sesuai yang tertera pada kemasan. Ingat selalu CEK KLIK (Cek Kemasan, informasi pada Label, Izin Edar, Kedaluwarsa).
Masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi isu-isu terkait obat dan makanan yang beredar melalui media sosial. "Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungicontact centerHALO BPOM di nomor telepon 1-500-533, SMS 0-8121-9999-533,[email protected], atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia," ujar BPOM.