Rabu 21 Feb 2018 00:43 WIB

Banten Kekurangan Panti Rehabilitasi 'ODGJ'

Dinsos Provinsi Banten sering menerima laporan adanya ODGJ yang telantar.

Penghuni panti rehabilitasi gangguan mental (Ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Penghuni panti rehabilitasi gangguan mental (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  SERANG -- Provinsi Banten hingga kini masih kekurangan panti rehabilitasi untuk menangani orang dengan gangguan jiwa di daerah ini. Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten Nurhana di Serang, Selasa mengatakan, Pemprov Banten membutuhankan panti rehabilitasi bagi penderita gangguan jiwa dikarenakan Dinsos Banten kerap mendapat kiriman orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

"Kita perlu panti rehabilitasi ODGJ terpadu. Sekarang ini kita tidak punya panti pemerintah, kecuali Balai Perlindungan Sosial (BPS) dan Balai Pemulihan dan Perlindungan Sosial (BP2S)). Kalau ada ODGJ, kita tidak punya panti," kata Nurhana usai rencana kerja (renja) Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Banten di Aula Dinsos Banten.

Menurutnya, Dinsos Provinsi Banten sering menerima laporan adanya ODGJ yang telantar. Namun Dinsos Banten kebingungan untuk penanganannya karena Dinsos provinsi tidak memiliki tempat rehabilitasi.

"Setiap pagi kita dapat kiriman ODGJ. Untung ada yang menampung, panti swasta. Mudah-mudahan 2019 sudah bisa dianggarkan," kata Nurhana.

Diketahui panti rehabilitasi ODGJ di Banten berada di sejumlah tempat di antaranya Yayasan Dhira Soemantri Wintoha di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Yayasan Ponpes Bani Abas di Kecamatan Rangkas Bitung, Kabupaten Lebak.

Kemudian Yayasan Hikmah Syahadah di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Yayasan Bani Syifa Bendung Baru Pamarayan di Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang dan Yayasan Nururrohman di Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

Selain soal panti rehabilitasi, Nurhana juga menyinggung soal anggaran Dinsos Banten yang dikurangi pada 2018 ini. Hal tersebut karena Pemprov Banten saat ini sedang fokus pada tiga layanan dasar yaitu kesehatan, pendidikan, dna infrastruktur.

"Postur anggaran kita sangat turun, terjun payung. Tapi dinsos pekerja sosial. Pekerja sosial tidak butuh uang. Bekerja dengan ikhlas. Karena kita mendukung program gubernur dan wagub, ada 3 aspek yaitu pendidikan, kesehatan dan infrastruktur," kata Nurhana.

Nurhana juga menyampaikan bahwa pada 2018 tidak ada lagi program rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) yang ditangani dinsos. "Terakhir 2017 kemarin. 2018-2019 itu tidak ada lagi RTLH, karena kebijakan pemerintah pusat bahwa itu memang diarahkan pada program Dinas Perkim (Perumahan Rakyat dan Permukiman)," katanya.

Namun demikian, pihaknya mendorong perusahaan-perusahaan mengeluarkan anggaran untuk membantu watga kurang mampu dengan mendorong program Corporate Social Responsibility (CSR). "Tugas dan fungsi kita sebagai koordinator CSR perlu ditingkatkan. Kita arahkan RTLH ke CSR," kata Nurhana.

Sementara, Sekda Banten Ranta Soeharta mengatakan, Dinsos Banten harus memastikan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) mendapat bantuan yang baik. "Setiap hari ada lah kiriman orang gila, orang sarap. Harus dipastikan bahwa PMKS itu ditolong dengan baik. Memang tidak mungkin seluruhnya. Kalau ada kiriman orang gila, Kota Serang harus nampung, jangan provinsi saja," kata Ranta.

Ranta menilai, fasilitas jumlah panti rehabilitasi di Banten saat ini masih minim untuk menampung ODGJ dan ODMK. Sementara untuk kondisi panti yang ada masih jauh dari standar dalam melayani orang-orang dengan penyakit tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement