REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan meskipun Presiden Joko Widodo kemungkinan tidak akan menandatangani Revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), itu tidak bisa membatalkan UU tersebut. Hal ini karena sesuai aturan di UU Nomor 12 Tahun 2011.
Dalam UU tentang Pembentukan Perundang-undangan disebutkan, jika Presiden tidak menandangani maka 30 hari terhitung setelah RUU disetujui di rapat paripurna, RUU itu sah dan wajib diundangkan. "Itu tentunya kewenangan presiden, memang aturannya dalam jangka waktu tertentu apabila presiden tidak menandatangani dianggap tidak menolak sehingga tetap masih bisa dilaksanakan," ujar Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (21/2).
Agus mengatakan, tak hanya tidak ditandatangani presiden, RUU MD3 juga bersiap untuk digugat oleh masyarakat sipil. Hal ini karena sudah ada masyarakat sipil yang mendaftarkan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) meskipun UU tersebut belum diundangkan oleh Pemerintah. Namun demikian, ia tetap mempersilakan masyarakat yang tidak puas dengan regulasi yang baru disetujui pada 14 Februari lalu itu.
"Karena memang apabila memang dirasa tidak ada persamaan dalam hal ini tidak ada kata sepakat antara rakyat yang merasa tidak pas bisa melaksanakan JR," ujar Politisi Partai Demokrat tersebut.
Meski ada sikap presiden dan masyarakat itu, Agus tidak sependapat jika ada yang mengatakan karena RUU MD3 dibuat secara terburu-buru oleh DPR. "Rasanya tidak seperti itu karena banyak juga UU yang kita bahas sampai bertahun-tahun sampai itu di JR bahkan di JR juga ada dimenangkan dan dikalahkan sehingga ini adalah suatu proses dalam pembuatan UU," kata Agus.
Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menandatangani revisi UU MD3 yang sudah disepakati rapat paripurna DPR pada 12 Februari 2018 lalu. Hal ini karena ada beberapa pasal dalam UU MD3 yang dinilai kontroversial.
"Jadi Presiden cukup kaget juga, makanya saya jelaskan, masih menganalisis, dari apa yang disampaikan belum menandatangani dan kemungkinan tidak akan mendandatangani (UU MD3)," kata Yasonna H Laoly di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (20/2).