REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) mendirikan Politeknik Penanggulangan Bencana pertama di dunia. Tujuannya untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) terpilih karena keberhasilan BNPB ditentukan kualitas personelnya.
"Selama ini belum ada kualifikasi pendidikan penanggulangan bencana dalam rekruitmen BNPB, padahal Indonesia adalah negara rawan bencana. Jutaan masyarakat Indonesia tinggal di daerah rentan bencana," kata Kepala BNPB, Willem Rampangilei kepada Republika di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BNPB di Nusa Dua, Bali, Rabu (21/2).
Sepanjang 2017, BNPB mencatat 2.377 kasus bencana dengan korban meninggal dunia 377 jiwa. Jumlah ini sedikit menurun dibanding 2.384 kasus bencana dengan korban meninggal dunia 561 jiwa pada 2016.
Penurunan jumlah korban meninggal dunia yang cukup signifikan ini, kata Willem tak lepas dari peran pemerintah daerah, pemangku kepentingan, dan masyarakat tangguh bencana dalam menurunkan risiko. Politeknik Penanggulangan Bencana BNPB berlokasi di Sentul, Bogor, Jawa Barat yang akan membidangi tiga program studi, yaitu Penanggulangan Bencana, Logistik Kebencanaan, dan Teknologi Kebencanaan.
"September tahun ini rencananya kami akan menerima 70 murid baru, dengan perbandingan jumlah murid masing-masing program studi yaitu 30:30:20," kata Willem.
Seluruh biaya pendidikan murid lulusan SMA/ SMK/ sederajat ini ditanggung pemerintah. Saat ini BNPB sudah memiliki 18 tenaga pengajar berkualifikasi. Negara donor juga tertarik bekerja sama mengembangkan politeknik ini mengingat yang pertama di dunia.
Willem memastikan keberadaan politeknik ini memperkuat fungsi Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) BNPB yang juga berlokasi di Sentul. Lulusan Politeknik Penanggulangan Bencana BNPB akan langsung diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan kerja BNPB.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rudy Soeprihadi Prawiradinata mengatakan, Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) menunjukkan tidak ada daerah di Indonesia yang bebas dari bencana. Ada 388 kabupaten dan kota dari total 497 kabupaten dan kota seluruh Indonesia berisiko bencana tinggi, sementara sisanya 109 kabupaten kota berisiko bencana sedang.
"Peningkatan kapasitas SDM bidang penanggulangan bencana di daerah menjadi strategi penting yang harus diperhatikan," katanya.
Bappenas saat ini terus meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan berbasis kewilayahan. Masing-masing daerah mempunyai karakter sendiri berdasarkan ketentuan yang diperoleh dari masing-masing Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Sesuai pasal 13 Undang-Undang Nomor 24/ 2017, BNPB dan BPBD adalah koordinator dalam tatanan penanggulangan bencana. Daerah harus bisa melakukan pendekatan untuk mengoordinasikan semua kegiatan di unit kerja daerah dalam konteks penanggulangan bencana.