REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Zaman tidak berdiam diri saja di satu waktu, melainan berlari kencang menuju era yang makin modern dan global. Saat ini, telah lewat 15 abad dari zaman kerasulan Muhammad SAW.
Sejak berakhirnya zaman kenabian, berakhir pula diturunkannya wahyu. Hingga akhir zaman nanti, Alquran yang turun kepada Rasulullah tak akan ditambah ataupun dikurangi. Selamanya, tak akan diubah dan tak akan ada yang mampu mengubah. Allah berfirman, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya,” (QS al-Hijr : 9)
Meski Alquran merupakan produk berabad lalu, isinya mampu menjawab seluruh persoalan manusia hingga hari akhir. Kendati demikian, tentu saja untuk menginterpretasikan isu modern dalam Alquran tidaklah dapat dilakukan setiap Muslim.
Kita membutuhkan tafsir karya para pakar Alquran untuk memahaminya. Oleh karena itu, di setiap era, Muslimin membutuhkan tafsir yang dapat menjawab isu kontemporer meski tanpa melupakan tafsir klasik.
Fauzul Iman dari IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dalam artikel “Tafsir Alquran Indonesia Menjawab Tantangan Zaman” dalam buku kumpulan artikel terbitan Litbang Kemenag Al-Qur'an di Era Global; antara Teks dan Realitas menuturkan, Alquran sebagai sumber fundamental kehidupan merupakan kitab yang tak pernah kering mentransendensi dan memecahkan segala problem kehidupan baru di tengah zaman baru. Sinyalemen ini tidak boleh berhenti di ruang idealisme belaka, melainkan pemahaman dan interpretasi mendalam terhadap ajaran Islam.
“Itu sebabnya, para pengkaji Alquran (Mufasir) sejak dahulu berupaya dengan kreatif memecahkan persoalan baru dengan terus mengembangkan metodologi tafsir, sehingga muncul ulumul Quran,” ujarnya.
Di Indonesia, menurut Fauzul Iman, perkembangan tafsir mengalami kemajuan dari masa ke masa. Mengutip Nashruddin Baidan dalam Perkembangan Tafsir Alquran di Indonesia, perkembangan tafsir di Indonesia ditandai oleh periode sejarah perkembangan sistem pengajaran tafsir yang dimulai dari periode klasik (abad kedelapan hingga 15), periode tengah (abad ke-16 hingga 18), periode pramodern (abad 19), dan periode modern (abad 20). Pada periode klasik, tafsir Alquran boleh dikatakan masih berbentuk embrio karena yang dihadapi masyarakat yang baru mengenal Islam. Pada kondisi ini, tafsir Alquran hanya memuat penjelasan-penjelasan umum dan sebatas materi-materi yang bersifat praktis.
Pada periode tengah, tafsir Alquran di Indonesia dikembangkan (diajarkan) dengan menggunakan kitab tafsir klasik Jalalain karya Jalaluddin Al Nahalli dan Jalaluddin As Suyuti yang penjelasannya masih bercorak ijmali (global). Pada periode pramodern kajian tafsir Indonesia tidak beranjak dari periode tengah, yaitu dengan menggunakan kitab klasik tersebut.
Perbedaannya, pada periode ini penerjemahan kajian tafsir dilakukan secara tertulis. Adapun pada periode modern di permulaan abad ke-19, kajian tafsir di Indonesia mulai ditambahkan dengan menggunakan tafsir karya pemikir Islam modern.
(Baca: Sejarah Tafsir Alquran dan Perkembangannya di Indonesia)