REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di zaman teknologi dan informasi saat ini, tidak sedikit berita hoax yang menyebar melalui berbagai macam media sosial. Karena itu, umat Islam harus lebih berhati-hati lagi dalam memyampaikan informasi ataupun menerima informasi.
Kebenaran memang harus disampaika nwalaupun itu pahit, tapi tidak semua kebenaran harus disampaikan dihadapan publik. Dalam beberapa hal, kebenaran itu justru harus ditangguhkan agar tidak salah dimengerti dan menjadi hoax.
Bahkan, umat Islam yang ingin menyampaikan tentang kebenaran harus melihat terlebih dahulu siapa sasarannya. Bahkan, harus dipelajari juga apakah informasi yang akan disampaikan itu dapat mereka cerna atau tidak. Selain itu, pelajari lagi, apakah ada manfaatnya?
Hal ini telah dicontohkan oleh sahabat Nabi, Umar bin Khatab seperti diceritakan oleh Ahli Tafsir Indonesia, M Quraish Shihab dalam bukunya "M. Quraish Shihab Menjawab...".
Suatu waktu diceritakan, Umar melihat Abu Hurairah berjalan tergesa-gesa. Umar lalu bertanya kepadanya, "Akan ke manakah engkau, wahai Abu Hurairah?"
"Aku akan ke pasar, menyebarluaskan informasi yang kudengar dari Rasulullah bah SAW, "siapa yang mengakui keesaan Tuhan akan masuk surga".
Umar lalu menarik Abu Hurairah menemui Rasulullah guna menguji kebenaran informasinya, dan Rasulullah membenarkan informasi tersebut. Namun, umar mengingatkan, agar informasi tersebut disampaikan kepada orang yang mengerti maksudnya saja.
"Akan tetapi, jangan sampai orang hanya mengandalkan itu, wahai Nabi. Oleh karena ini berbahaya. Sebaiknya informasi ini tidak disampaikan kecuali kepada mereka yang mengerti maksudnya," ujar Umar, dan Nabi pun setuju.
Dari cerita tersebut dapat diambil hikmah bahwa dalam menyampaikan informasi bukan hanya yang benar, tapi juga yang tepat sasaran. Inilah sifat kehati-hatian yang ditunjukkan oleh sahabat nabi Umar bin Khattab yang patut menjadi renungan umat Islam. Karena bisa saja kebenaran yang akan disampaikan justru menjadi hoax bagi para penerima informasi tersebut, jika tidak tepat sasaran.