Rabu 21 Feb 2018 16:49 WIB

Mahasiswa Australia Anggap Layanan Pengaduan Pelecehan Gagal

Mahasiswa diminta menunggu berbulan-bulan untuk mendapat pelayanan bantuan.

Sebuah kampanye yang dilakukan organisasi End Rape on Campus, mengingatnya banyak korban alami kekerasan seksual.
Foto: ABC
Sebuah kampanye yang dilakukan organisasi End Rape on Campus, mengingatnya banyak korban alami kekerasan seksual.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Sejumlah mahasiswa dan advokat mengatakan layanan pengaduan bagi korban kekerasan dan pelecehan seksual di universitas-universitas di Australia adalah sebuah kegagalan.

Dari laporan Komisi Hak Asasi Manusia di Australia, Universitas New England (UNE) di Armadale New South Wales memiliki tingkat penyerangan dan pelecehan seksual tertinggi di Australia.

Namun, kepada program ABC Hack dari Radio Triple J, para mahasiswa mengaku proses pengaduan yang ada tidak mendukung para korban. Mereka juga diminta menunggu selama berbulan-bulan untuk mendapat pelayanan bantuan seperti konsultasi.

"Saya ingat berada di ruangan sendirian bersama seorang pria dan melakukan hal-hal yang tidak ingin saya lakukan ... Saya terus berpikir ini tidak boleh terjadi pada saya, ini adalah tahun kedua yang seharunya jadi masa terbaik di perguruan tinggi. Saya harus melewatinya," ujar Annabelle, mahasiswa UNE kepada program Hack.

Ia mengatakan dirinya diperkosa di asrama kampus pada 2016 oleh seorang mahasiswa yang menurutnya saat ini bisa dipercaya setelah mabuk-mabukan di malam hari. Annabelle mengatakan kepada teman asramanya, yang kebetulan suka membantu mahasiswa-mahasiwa baru jika memiliki masalah. Pengaduannnya pun terus menyebar. Hingga akhirnya sampai ke universitas untuk memutuskan apa yang harus dilakukan.

Para mahasiswa merasa tidak puas dengan layanan University of New England menanggapi keluhan.
Para mahasiswa merasa tidak puas dengan layanan University of New England menanggapi keluhan. ABC News: Kerrin Thomas

"[Universitas mengatakan] jika benar-benar membuat saya tertekan, mereka bisa meminta pria tersebut keluar dari asrama dan mengucilkannya, tapi saya juga harus keluar... jadi dia keluar dari asrama dan tinggal di kota, tapi saya juga harus melakukan hal yang sama," ujarnya.

"Saya merasa sangat lemah ... saya merasa tidak berguna karena ia meninggalkan asrama, dan untuk ada kenyamanan, saya harus pergi juga."

Annabelle mengaku bahkan melapor pada polisi tapi hal tersebut masih belum cukup bagi universitas. "Karena tidak ada saksi di kamar saya, mereka tidak bisa membuat langkah lebih jauh ... saya langsung marah," katanya.

"Karena tidak ada saksi di ruangan menyaksikan kejadian itu, mereka tidak dapat melakukan apa pun, saya berkata 'jika ada orang yang menyaksikan pemerkosaan tanpa menghentikannya ... apakah seseorang akan melihatnya dan kemudian berkata, 'Oh, saya tak sabar lagi melaporkannya',"

Apa yang terjadi dengan Annabelle ternyata bukanlah hal yang tidak biasa di University of New England.

Harusnya ada konsultasi khusus

Bryce Wilson pernah menjadi penasehat di sebuah asrama di UNE 2017, yang berarti para mahasiswa akan mendatanginya untuk melapor bila ada kejadian. Ia mengatakan saat ini prosesnya tidak baik, tapi sedang ditinjau ulang dan ada harapan.

"Ada budaya dari apa yang Anda kenakan, apakah Anda yang membuat orang tersebut melakukannya... Saya yakin itu tidak cukup memadai mengingat tidak transparan, benar-benar tidak mencakup korban," katanya kepada Hack.

Dalam sebuah pernyataan ke Hack, UNE mengatakan proses investigasi penyerangan seksual sedang ditinjau. "Proses penyelidikan, yang saat ini berdasarkan peraturan dan pedoman sedang ditinjau untuk memastikan ada penyelesaian yang cepat soal keluhan dan transparansi," kata juru bicara UNE.

"Keamanan korban sangat penting dan semua langkah diambil untuk menjamin kesejahteraan korban."

"Jika seorang siswa menuduh namun tertuduh belum dinyatakan bersalah melakukan penyerangan seksual , maka harus dikecualikan dari sebuah asrama. Ini akan ditentukan berdasarkan kasus per kasus, sesuai dengan dugaan dan diatur oleh prinsip keadilan."

Kegagalan jadi masalah nasional

Nina Funnell dari kelompok bernama 'End Rape on Campus' mengatakan keluhan dan proses konseling yang salah tidak hanya dialami UNE. "Ini benar-benar masalah nasional, kita belum melihat universitas yang memiliki mekanisme pelaporan yang baik," katanya kepada Hack.

"Dalam banyak kasus, ada proses yang panjang, para korban tidak mendapat kabar kembali, mereka tidak mengetahui hasil dari kasus mereka, mereka diberitahu bahwa mereka tidak diizinkan untuk mendiskusikan kasus ini, sehingga mereka tidak dapat mendapat bantuan dari kelompok lain."

"Ada beberapa korban selamat yang akhirnya mengatakan kepada kami bahwa proses pelaporannya buruk atau bahkan lebih buruk dari kekerasan yang mereka terima."

Nina mengatakan organisainya sudah berbicara dengan beberapa korban kekerasan dan pelecehan seksual yang memiliki pengalaman serupa saat menangani keluhan. "Kami baru-baru ini menemukan laporan dalam lima tahun terakhir, ada 575 keluhan resmi soal pelanggaran seksual," kata Nina.

"Tapi yang ditangai hanya enam ... ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh universitas untuk memperbaiki masalah ini, tapi pertama-tama mereka perlu melibatkan pakar seks untuk mendapat masukan yang sangat jelas soal bagaimana membuat proses pelaporan trauma ini."

Lembaga dalam universitas saling bertentangan

Jacinta Mortell mengatakan butuh enam bulan untuk melapor soal kekerasan seksual yang dialaminya.
Jacinta Mortell mengatakan butuh enam bulan untuk melapor soal kekerasan seksual yang dialaminya. Supplied

Jacinta Mortell (21 tahun) adalah seorang mahasiswi di University of Newcastle (UON), New South Wales dan dia mengaku pernah diserang secara seksual oleh mahasiswa lain di 2016. Dia menghabiskan hampir delapan bulan setelah pertama kali melaporkan keluhannya, dengan mengeja departemen-departemen yang berbeda dan dengan tanggapan yang bertentangan.

"Dari waktu ke waktu, saya diberi informasi yang tidak jelas dan pada dasarnya tidak memberikan info apapun yang perlu saya sampaikan dalam laporan... saya diberi informasi yang bertentangan atau informasi salah."

Jacinta mengatakan ketika akhirnya ia diberi kesempatan untuk melaporkan serangannya melalui sistem pelaporan online baru, ia hanya diberi kapasistas menulis sebanyak 500 karakter untuk memerinci apa yang terjadi. Jumlah ini setara dengan dua unggahan di Twitter.

Hack telah melihat korespondensi antara Jacinta dan berbagai departemen di UON, dan mereka mengonfirmasikan apa disampaikan mahasiswa tersebut.

University of Newcastle mengatakan sistem yang ada hanya menerima laporan sebanyak 500 karakter.
University of Newcastle mengatakan sistem yang ada hanya menerima laporan sebanyak 500 karakter.

Juru bicara University of Newcastle menjelaskan tidak bisa berkomentar mengenai kasus individual. "Setiap kejadian dimana anggota komunitas kita menjadi sasaran perilaku kejahatan adalah insiden yang penting ditanggapi," katanya.

"Yang penting, jika ada anggota komunitas universitas yang mengalami atau menyaksikan perilaku yang tak dapat diterima, kami mendorong mereka untuk menjangkau berbagai layanan pendukung yang tersedia di halaman situs UON Talking to Someone.

"Universitas telah bekerja keras untuk memperbaiki proses dukungan kami dalam beberapa tahun terakhir. Kami akan terus bekerja dengan staf, kelompok mahasiswa dan organisasi pendukung untuk memastikan serangkaian pilihan dukungan dan pelaporan tersedia untuk siswa kami."

Artikel ini disadur dari laporan berbahasa Inggris dari program Hack milik Radio Triple J, bisa dibaca disini.

 

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/studi-nad-inovasi/layanan-pengaduan-seksual-di-kampus/9471500
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement