Kamis 22 Feb 2018 15:52 WIB

Kasus Penyerangan Tokoh Agama Bahan Intropeksi Seluruh Umat

Masyarakat dan pemerintah harus menjadikan kasus tersebut sebagai renungan bersama.

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
Pasien penderita penyakit gangguan jiwa (Ilustrasi)
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Pasien penderita penyakit gangguan jiwa (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal 2018 menjadi tahun muram bagi kehidupan beragama di Tanah Air. Ulama dan ustaz diserang oleh orang gila termasuk pendeta serta gereja.

Pimpinan Majelis Muwasholah Indonesia Habib Hamid Jafar Al Qadri meminta, masyarakat dan pemerintah menjadikan kasus tersebut sebagai renungan bersama. Sebab, kejadian tersebut secara sporandis menyerang pemuka agama di Indonesia.

"Kita mesti intropkesi barang kali ada hal yang disampaikan oleh tokoh agama yang menyinggung perasaan kelompok tertentu atau mengusik hal yang menganggu ketenangan dari mereka, mereka lampiaskan dengan hal yang tidak baik," ujarnya kepada Republika.co.id, di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Kamis (22/2).

Baca Juga: Ada Oknum Ciptakan Hoaks Menyertai Penyerangan Pemuka Agama

Dengan melihat kejadian tersebut, ia meminta para pemuka agama bisa mengatur tata cara berkhotbah secara benar. Tentunya, isi materi yang disampaikan dapat meneduhkan umat beragama.

"Cara komunikasi para ulama di masjid atau pesantren dianjurkan lebih meneduhkan. Saya yakin di Indonesia ini masih aman di dalam segala hal, baik dari akidah, aman semuanya jadi jangan disikapi berlebihan," ungkapnya.

Materi khotbah, tentu mesti diperhatikan jangan sampai di dalam khotbah ujaran kebencian, kembalikan kebaikan dan kedamaian, ucapnya.

Ia pun masih menyakini pihak kepolisian dan pemerintah bisa menyelesaikan kasus tersebut secara tuntas. Sehingga masyarakat tak secara gegabah melakukan tindakan masing-masing.

Kita harus kembalikan ajaran agama, tidak membenarkan main hakim sendiri, konsititusi cara demikian. Bila mana ada yang mengancam serahkan pada aparat, kita masih percaya aparatur negara segala kekurangan, ungkapnya.

Seperti diketahui, dari catatan Republika.co.id, setidaknya ada empat serangan terhadap ulama dan ustaz yang terkonfirmasi dalam tiga pekan terakhir ini. Serangan pertama menimpa Pengasuh Pondok Pesantren al-Hiadayah, Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Emon Umar Basyri, Sabtu (27/1).

Serangan kedua terjadi pada 1 Februari 2018 dengan korban Ustaz Prawoto, Komandan Brigade Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis). Prawoto meninggal dunia oleh serangan yang dilakukan oknum tetangga yang diduga alami gangguan kejiwaan.

Kemudian ada serangan terhadap seorang santri dari Pesantren Al-Futuhat Garut oleh enam orang tak dikenal. Ada juga seorang pria yang bermasalah dengan kejiwaannya bersembunyi di atas Masjid At Tawakkal Kota Bandung mengacung-acungkan pisau.

Dan pada Ahad (11/2), pendeta dan jemaat Gereja Santa Lidwina, Kabupaten Sleman, DIY, diserang. Empat jemaat luka-luka dan pendeta yang memimpin ibadah pun terluka akibat serangan menggunakan pedang.

Terakhir, penyerangan kembali dilakukan terhadap KH Halam Mubarok di Lamongan, Jawa Timur. Seluru pelaku penyerangan terhadap pemuka agama tersebut ditengarai mengalami gangguan jiwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement