REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) melalui juru bicaranya Fajar Laksono mengatakan, pihak Kepaniteraan MK sudah menerima permohonan uji materi UU MD3 yang diajukan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FJHK). Namun, permohonan itu masih belum bisa diregistrasi.
"Permohonannya sudah diverifikasi tapi ada yang kurang lengkap sehingga Pemohon diminta untuk melengkapi terlebih dahulu, baru diregistrasi," kata Fajar melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis (22/2).
Fajar menjelaskan, permohonan tersebut sudah diterima oleh Kepanitaan MK sejak Rabu (14/2) pada pukul 13.20 WIB. Atau, selang tiga hari setelah UU MD3 disahkan di DPR.
Kuasa hukum FJHK Irmanputra Sidin sebelumnya menyampaikan UU MD3 ini perlu diuji karena dianggap melanggar hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Salah satu hal yang menjadi perhatian FJHK adalah pemanggilan paksa terhadap masyarakat yang dinilai bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip DPR sebagai wakil rakyat.
revisi UU MD3
Pemanggilan paksa yang tercantum dalam Pasal 73 ayat (4) huruf b dan ayat (5) UU MD3 dinilai FJHK menjadikan masyarakat sebagai korban dari pemanggilan paksa. Adapun ketentuan Pasal 73 ayat (4) huruf b menyebutkan bahwa Polri wajib memenuhi permintaan DPR untuk memanggil paksa setiap orang yang tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang sah tidak hadir dalam rapat DPR.
Sementara Pasal 73 ayat (5) menyebutkan, bahwa dalam menjalankan panggilan paksa tersebut Polri diperbolehkan menyandera setiap orang paling lama 30 hari.
"Jelas merugikan hak konstitusional para Pemohon yang merupakan warga negara, untuk dapat diperlakukan sama di hadapan hukum, hak untuk mendapatkan kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan," kata Irman melalui pernyataan tertulisnya beberapa waktu lalu.