REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Yogyakarta menyatakan curah hujan di lima kabupaten/kota mulai mengalami tren penurunan sejak dasarian kedua pada Februari 2018. Berdasarkan pemantauan kondisi atmosfer dan laut.
"Penurunan curah hujan karena terpantau adanya pelemahan angin baratan yang memicu berkurangnya pertumbuhan awan hujan," kata Kepala Kelompok Operasional Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Joko Budiono di Yogyakarta, Kamis (22/2).
Menurut dia, pelemahan angin baratan antara lain disebabkan munculnya fenomena tekanan udara rendah disertai sirkulasi angin tertutup atau (Eddy) di sebelah barat Pulau Sumatra dan barat Kalimantan.
Selain itu, penurunan curah hujan juga dipicu adanya anomali berupa penurunan suhu permukaan laut di selatan Jawa yang menyebabkan suhu lebih dingin dari kondisi normalnya. "Suhu yang lebih dingin itu memberikan dampak berkurangnya asupan uap air di udara," kata dia.
Joko menyebutkan berdasarkan data Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, pada dasarian (10 hari) ketiga Januari 2018 curah hujan mencapai 339 milimeter (mm) per dasarian. Sedangkan pada dasarian kedua Februari, curah hujan tercatat mengalami penurunan menjadi 151 mm/dasarian.
"Kondisi ini memberikan dampak cuaca cerah hingga berawan di sebagian besar wilayah DIY," kata dia.
Menurut dia, secara umum Februari hingga Maret masih dalam periode musim hujan. Hanya saja, karena fenomena tersebut intensitas hujan sedikit mengalami tren penurunan dibandingkan awal Januari 2018.
Karena masih dalam fase musim hujan, Joko berharap masyarakat tetap mewaspadai munculnya hujan ringan-sedang yang dapat disertai petir dan angin kendati bersifat lokal dengan periode yang singkat dan tidak merata.
"Hujan lokal ini cenderung terbentuk di dataran tinggi seperti Sleman utara, Kulon Progo utara, serta Gunung Kidul bagian utara. Peluang hujan lokal itu umumnya terjadi pada siang dan sore hari," kata dia.