REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemerintah Israel mengancam untuk memenjarakan puluhan ribu migran Afrika yang mencari suaka di negaranya. Para pencari suaka tersebut diteror hukuman penjara dengan batas waktu yang tidak ditentukan.
Pemerintah Israel telah melakukan penahanan tanpa batas waktu terhadap tujuh pencari suaka asal Eritrean, Afrika Timur. Berdasarkan laporan, hukuman kurungan diberikan menyusul penolakan deportasi oleh tujuh warga tersebut.
Mereka dikurung di penjara Saharonim di Israel Selatan. Otoritas Israel lantas memberikan pilihan bagi para pencari suakan asal Afrika untuk deportasi ke negara dunia ketiga atau di penjara.
"Ini adalah langkah pertama dalam operasi deportasi yang secara global belum pernah terjadi sebelumnya, sebuah langkah yang tercemar oleh rasisme dan mengabaikan sama sekali kehidupan dan martabat pencari suaka," kata Lembaga hak Pengungsi dan Migran dan ASSAF seperti diwartakan Aljazira, Kamis (22/2).
Penahanan tujuh pencari suaka itu kemudiaan diikuti aksi mogok makan oleh ratusan pencari suaka lainnya di pusat penahanan Hotlot. Hal itu dilakukan sebagai simbol protes penahanan yang dilakukan terhadap tujuh orang pencari suaka asal Eritrea tersebut.
Lembaga Penungsi PBB (UNHCR) mengatakan, setidaknya terdapat 27 ribu pencari suaka asal Eritrea ditambah 7700 pencari suaka asal Sudan. Pada November tahun lalu, pemeintah Israel secara sepihak mengumumkan untuk mendeportasi para pencari suaka yang ada di negaranya.
UNHCR mengatakan, sekitar 600 orang sudah terdaftar untuk segera dideportasi ke sejumlah negara dunia ketiga semisal Rwanda atau Uganda. Meski demikian, kedua negara tersebut membantah telah melakukan kesepakatan terkait penerimaan pencari suaka tersebut.
Pada Januari kemarin, UNHCR mendesak Israel untuk mempertimbangkan kembali rencana deportasinya. Mereka menilai 80 pencari suaka yang dideportasi leh Israel antara tahun 2015 dan 2017 mempertaruhkan nyawa mereka dengan melakukan perjalanan darat penuh resiko ke Eropa.
Juru Bicara UNHCR William Spindler mengatakan, sepanjang jalan mereka menderita penganiayaan, penyiksaan dan pemerasan sebelum mempertaruhkan nyawa mereka sekali lagi dengan menyeberangi Laut Mediterania ke Italia.