Kamis 22 Feb 2018 22:19 WIB

'Orang Gila Tiba-Tiba Muncul Aniaya Ulama, Ini Aneh'

Aparat justru mengejar penyebar hoax penyerangan ulama bukan dalangnya

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Penganiayaan (Ilustrasi)
Penganiayaan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun menilai aparat penegak hukum semestinya mengejar siapa di balik penyerangan terhadap tokoh dan simbol agama. Ia pun menyayangkan kondisi sekarang ini karena aparat justru malah memproses informasi hoax terkait penyerangan tersebut.

"Hoax ini jadi sumber kambing hitam. Saya mendengar pernyataan beberapa pejabat keamanan kita di dalam penganiayaan beberapa ulama akhir-akhir ini. Jadi yang diteliti itu hoaxnya, (padahal) bukan ini. (Seharusnya) ada enggak upaya sistematis ada upaya mengadu domba umat beragama di Indonesia," kata dia di Jakarta, Kamis (22/2).

Rico juga heran dengan kemunculan orang-orang gila yang melakukan penyerangan dalam waktu yang tampak diatur. "Masak orang gila ini tiba-tiba muncul, kan aneh ini," papar dia.

Rico mengumpamakan, dalam memproses kasus penyerangan tokoh agama itu, semestinya yang dikejar adalah apinya dan bukan asapnya. Namun yang terjadi, aparat malah mengejar asap dengan mempermasalahkan sumber hoax yang bermunculan.

"Hoax ini kan bukti keresahan masyarakat sebenarnya. Bukan itu (hoax) yang dipermasalahkan. Yang ditanya itu harusnya siapa ini biang keladinya, siapa ini orang yang tiba-tiba kok banyak orang gila menyerang tempat-tempat peribadatan menyerang gereja, menyerang masjid, menganiaya ulama," jelasnya.

"Tiba-tiba orang gila semua. Ini kan aneh, kalau itu dijawab dengan serius tidak akan mencari kambing-kambing yang lain, saya pikir citra negatif yang kita dengarkan di kalangan pemilih ini akan hilang menurut saya," kata dia.

Dalam survei Median, ditemukan bahwa ada 3,1 persen pemilih yang menganggap berita bohong atau hoax adalah hal yang paling meresahkan. Ini masih di bawah jika dibandingkan dengan kesenjangan ekonomi di Indonesia di mana dianggap pemilih sebagai hal yang paling meresahkan dengan persentase 15,6 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement