REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muzakir mengungkapkan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) perlu dilibatkan untuk memeriksa Orang Gila Gaya Baru (OGGB). Ini untuk memastikan apakah pelaku penyerangan tokoh agama itu betul memiliki gangguan kejiwaan atau tidak.
Bahkan menurut Muzakir, kasus penyerangan tersebut seharusnya diserahkan kepada IDI sebelum ditangani kepolisian. IDI menurutnya perlu diberikan tanggungjawab untuk menangani OGGB itu melalui berbagai analisanya.
"Saya pernah mengusulkan begini, polisi menyerahkan ini kepada IDI yang khusus menangani orang gila melalui dokter kejiwaannya, dengan membuat analisis terhadap orang (gila) ini. Dan tanggungjawabnya adalah IDI, bukan penyidik, supaya masyarakatnya percaya," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (23/2).
Muzakir pun mengakui, kepolisian tentu memiliki dokternya sendiri. Namun, kalau dokter rujukan polisi melakukan pemeriksaan terhadap OGGB itu, bisa menjadi tidak objektif dan dengan mudahnya menyatakan yang bersangkutan memang gila. "Kalau dokter rujukan polisi, bisa juga tidak objektif, 'wah ini gila ya sudah selesai urusan'. Nah karenanya, harus ada pertanggungjawaban organisasi agar dokter kejiwaan secara organisasi membuat kesimpulan terhadap semua orang gila yang memukuli ulama atau para kiai ini," jelasnya.
Menurut Muzakir, peran dokter kejiwaan yang berasal dari IDI ini penting untuk mengungkap pelakunya betul gila atau ada yang mengendalikan, atau sebenarnya orang itu normal tapi karena dikasih obat sehingga menjadi gila yang bisa dikendalikan.
"Harus IDI yang menjelaskan itu. Kalau IDI secara profesional sudah membuat pernyataan seperti itu (yang bersangkutan betul gila), ya masyarakat harus percaya setidak- tidaknya," jelasnya.
Muzakir juga heran dengan pernyataan pihak kepolisian yang menyebut pelaku penyerangan adalah gila. Sebab, patut dipertanyakan apakah perkara tersebut sudah melalui proses penyelidikan dan penyidikan. Seharusnya, kepolisian memberikan pernyataan setelah ada kesimpulan dari hasil penyidikan.
"Belum apa-apa, 'ini orang gila'. Belum diperiksa dokter, 'ini orang gila'. Orang juga enggak percaya penanganan dari aparat penegak hukum. Karena apa? Kesimpulan penyidik itu dari hasil penyidikan. Jadi biar dokter yang ngomong, karena dia yang bertanggungjawab," ungkapnya.