Jumat 23 Feb 2018 17:23 WIB

Bareskrim: Kasus Hoaks Banyak Terjadi di Wilayah Jabar

Bareskrim mengatakan, kasus konten ujaran kebencian dan hoaks banyak terjadi di Jabar

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Bayu Hermawan
Fadil Imran (kedua kiri)
Foto: Antara/ Reno Esnir
Fadil Imran (kedua kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Fadil Imran mengatakan Jawa Barat merupakan wilayah yang paling banyak ditemui kasus terkait penyalahgunaan konten di media sosial (Medsos). Berdasarkan penelusuran Bareskrim Polri, wilayah Jabar banyak terjadi kasus konten ujaran kebencian (hate speech) dan hoaks.

"Selain pelaku dan pembuat, penyebar pun juga kami tangani," ucap Fadil saat ditemui Republika.co.id di Mapolres Bogor, Jumat (23/2).

Melihat tren ini, Fadil mengatakan, digelar pertemuan dengan lima Polres, yakni wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Sukabumi, dan Cianjur. Tujuannya, Mabes Polri ingin terjun langsung ke Polres terkait guna membantu menangani kasus ujaran kebencian dan hoaks. Fadil menambahkan, setiap ujaran kebencian dan hoaks akan diproses polisi apabila mengandung satu dari tiga unsur. Fitnah, SARA, dan mengancam pribadi seseorang.

"Apabila seseorang ketahuan melakukan pelanggaran, kepolisian akan menindaklanjuti dengan pembekuan situs ataupun akun terkait. Hal ini akan dikoordinasikan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)," ujarnya.

Di wilayah Kabupaten Bogor, Polres Bogor sendiri tengah menangani tujuh kasus orang dengan gangguan jiwa yang menyebarkan isu di media sosial terkait penyerangan terhadap tokoh agama. Mereka dianggap meresahkan masyarakat, termasuk di wilayah Babakanmadang, Cigudeg, Cileungsi, Kemang dan Ciawi.

"Tapi, setelah ditelusuri, isu yang mereka sebar itu tidaklah benar. Bahkan karena isu tersebut, ODGJ menjadi korban kekerasan. Ada oknum yang menghasut, menyatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa tersebut adalah antek dari organisasi terlarang," ujar Kapolres Bogor, AKBP Andi M Dicky, Rabu (21/2).

Dari tujuh isu itu, hanya satu kasus yang ditangani oleh kepolisian yakni kasus di Cileungsi pada 10 Februari 2018. Sampai saat ini, kepolisian masih melakukan penyidikan terhadap enam pelaku yang terlibat dan terjerat dengan pasal Undang-Undang ITE dan KUHP.

Dicky mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi informasi yang kebenarannya belum valid. "Masifnya ujaran kebencian dan hoaks disebabkan ketidaktauan masyarakat ikut menyebarkan informasi," tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement