REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penyerangan pemuka agama oleh pelaku yang dianggap tidak waras tidak cukup selesai dengan pengobatan. Tetap diperlukan adanya proses hukum terhadap pelaku.
"Prinsipnya, treatment lalu punishment," ujar Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, Jumat (23/2).
Dengan begitu, meski pelaku dianggap memiliki gangguan jiwa maka setelah rehabilitasi, secara berkala pelaku harus tetap dievaluasi. Nantinya, saat pelaku sudah cukup waras untuk menjalani proses hukum, maka pihak kepolisian harus menyelenggarakan pidananya.
Ia menegaskan, dengan menyimpulkan bahwa para pelaku penganiayaan dan pembunuhan pemuka agama adalah orang gila, maka masalah selesai dengan pasal 44 KUHP yang menyebutkan seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana karena cacat kejiwaan. Padahal rasa aman dan penegakan hukum jauh lebih penting dari pengobatan yang diterima pelaku.