REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Pengurus Asosiasi Agen Perjalanan Wisata (Asita) Provinsi Papua mengungkapkan pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Asmat, terkendala transportasi karena belum ada jadwal penerbangan rutin.
"Masalah utama ke Asmat adalah transportasi yang kurang mendukung. Kalau mau carter pesawat Rp 38 juta (kapasitas maksimal tujuh orang) untuk satu arah, tidak pulang-pergi," ujar Ketua Asita Papua Iwanta Parangin-Angin, di Jayapura, Jumat (23/2).
Ia mengungkapkan pada era tahun 90-an, sektor pariwisata Asmat cukup berkembang dan banyak didatangi wisatwan karena pada saat itu masih ada layanan penerbangan yang dilakukan oleh maskapai Merpati Airlines.
"Padahal kalau masih berjalan masyarakat dapat pendapatan, mulai dari penyewaan perahu hingga turis yang membeli kerajinan," kata dia.
Menurut dia, selain masalah transportasi, pengelolaan kegiatan pariwisata pun menjadi salah satu penyebab lemahnya kemajuan pariwisata di daerah tersebut.
"Pariwisata di Asmat turun sejak ada pemekaran kabupaten. Dan sebelum pemekaran kegiatan dikelola oleh keuskupan, sekarang pemerintah," kata dia.
Iwanta menilai potensi pariwisata di Kabupaten Asmat masih bisa ditingkatkan kembali karena masih banyak wisatawan yang menanyakan rute perjalanan ke wilayah tersebut.
"Untuk ke Asmat banyak yang tanya, tetapi ketika dikasih tahu mengenai biaya, mereka biasanya mundur. Biasanya kami tawarkan paket wisata senilai 3.000 dolar AS. Umumnya yang datang ke Asmat adalah "spesical interest", biasanya pecinta barang antik," kata Iwanta.