REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengatakan bahwa para pelaku penyebar berita bohong yang mengandung muatan suku, agama, ras dan antaragolongan (SARA) lebih berbahaya bila dibandingkan dengan orang sakit jiwa. Pasalnya, akibat penyebaran berita palsu atau hoaks menimbulkan efek yang lebih besar di masyarakat karena dapat memprovokasi orang lain untuk menyebarkannya dengan lebih luas.
"Apa namanya kalau bukan sakit jiwa karena sukanya 'menggoreng' isu hoaks lalu 'gorengan' itu dimakan. Kemudian orang lain yang memakannya jadi ikut-ikutan menyebarkan hoaks," kata Komjen Ari di Jakarta, Jumat (23/2).
Ia pun menyayangkan sebagian warganet yang justru menganggap pelaku penyebar isu hoaks sebagai pahlawan. "Penyebar hoaks hingga pelaku ujaran kebencian justru menjadi pahlawan. Indonesia darurat KLB akal sehat dan hati yang bersih," tutur Komjen Ari.
Belum lama ini, penyidik Bareskrim kembali menangkap pelaku penyebar berita palsu di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau berinisial MKN (57). Tersangka MKN ditangkap karena telah memposting isu SARA yang dikaitkan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ibu Negara Iriana Jokowi di media sosial.
Tersangka MKN merupakan pelaku penyebar berita palsu ke-13 yang telah diringkus oleh kepolisian sepanjang Februari 2018. Tren tersebut meningkat dua kali lipat dibanding Januari 2018. Pada Januari 2018, penyidik Siber Bareskrim Polri menangkap enam orang pelaku penyebar berita palsu.
Ari mengimbau warganet berpikir jernih dan tidak mudah terhasud info hoaks dan ujaran kebencian yang disebarkan oknum tertentu di media sosial. Selain itu, warganet juga diimbau untuk tidak ikut menyebarkan postingan tersebut.