REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk, Jumat (23/2), mengatakan, Rusia dan Iran membiarkan Presiden Suriah Bashar al-Assad melakukan kekejaman terhadap warganya. Komentar Tusk ini berkaitan dengan serangan militer Suriah ke Ghouta timur dalam beberapa hari terakhir dan telah menelan sekitar 400 korban jiwa.
“Rezim Assad secara kejam menyerang pria, wanita, dan anak-anak yang tidak bersalah. Para pendukungnya, yakni Rusia dan Iran, membiarkan ini terjadi,” kata Tusk setelah menggelar pertemuan dengan para pemimpin Uni Eropa di Brussels, Belgia, dikutip laman Anadolu Agency.
Ia pun mendesak Assad dan sekutunya untuk segera menghentikan serangannya ke Ghouta timur. “Kami mendesak mereka menghentikan kekerasan ini. Uni Eropa meminta gencatan senjata segera dan memberi akses kemanusiaan yang mendesak serta perlindungan warga sipil,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah mengomentari eskalasi kekerasan di Ghouta timur. Menurut dia, daerah tersebut tak ubahnya seperti "neraka" di muka bumi. “Saya serukan kepada semua pihak yang berperang agar menghentikan pertempuran sesegera mungkin,” katanya.
Sejak akhir pekan lalu, pasukan Pemerintah Suriah membombardir Ghouta timur dengan menggunakan bom laras, artileri, dan jenis senjata lainnya. Serangan yang dilakukan dan diklaim untuk menumpas kelompok pemberontak tersebut ternyata turut membunuh warga sipil di sana.
Jasad warga Sriah yang terbunuh dalam serangan udara dan roket oleh pasukan pemerintah di Ghouta, pinggiran Damaskus, Suriah, Rabu (21/2).
Kelompok Oberservatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (HAM), Kamis (22/2), mengatakan, serangan selama lima hari di Ghouta timur telah menyebabkan lebih dari 400 orang tewas. Jumlah tersebut tak hanya mencakup orang dewasa, tetapi juga anak-anak.
“Lima hari serangan udara dan tembakan artileri yang intens dilakukan oleh rezim pemerintah dan sekutunya, Rusia, dan membunuh 403 warga sipil, termasuk di dalamnya 95 anak-anak,” kata Observatorium Suriah untuk HAM dalam sebuah pernyataan.
Pengeboman oleh militer pemerintah menjadi awal dari serangan militer berskala besar terhadap berbagai kelompok gerilyawan di Ghouta Timur, sisa ancaman terakhir buat Ibu Kota Suriah. Media pro-pemerintah melaporkan banyak orang cedera ketika bom mortir yang ditembakkan oleh gerilyawan di Ghouta Timur menghantam beberapa permukiman di Damaskus Timur.
Satu sumber media mengatakan lima anak kecil cedera dan dibawa ke Rumah Sakit Prancis di Daerah Qassa di Damaskus Timur, ketika satu bom mortir jatuh di dekat daerah itu. Operasi militer di Ghouta Timur membantu mengamankan Ibu Kota Suriah, sebab wilayah tersebut adalah kubu utama beberapa kelompok gerilyawan, termasuk kelompok yang memiliki hubungan dengan Alqaidah.
Petugas Pertahanan Sipil Suriah memadamkan api di sebuah toko yang terbakar karena serangan udara pasukan Suriah dan gerilyawan di Ghouta, pinggiran Damaskus, Selasa (20/2).
Situasi di Ghouta Timur telah berkobar selama dua bulan belakangan ketika gerilyawan termasuk yang memiliki hubungan dengan Alqaidah melancarkan serangan besar terhadap satu kubu penting militer Suriah di Kota Harasta di Ghouta Timur.
Empat kelompok utama gerilyawan berada di Ghouta Timur, yakni Tentara Islam, Failaq Ar-Rahman, Ahra Ash-Sham dan Komite Pembebasan Levant (LLC) yang juga dikenal dengan nama Front An-Nusra, yang memiliki hubungan dengan Alqaidah.
Kecaman oposisi
Suara lantang yang mengecam tindakan pemerintah di Ghouta timur juga datang dari oposisi. Kelompok oposisi Suriah, yakni Koalisi Nasional Suriah, mendesak PBB mengambil tindakan untuk mengakhiri kekerasan di Ghouta timur.
Menurut mereka, ini adalah bukti kebiadaban Presiden Bashar al-Assad dan sekutunya, yaitu Rusia dan Iran. “Kami mendesak PBB untuk segera menghentikan genosida sistematis di Ghouta timur oleh rezim Assad serta milisi yang didukung Iran dan Rusia,” kata Wakil Ketua Pasukan Oposisi dan Koalisi Revolusi Suriah Selva Aksoy pada Jumat (23/2).
Menurut Aksoy, serangan membabi buta pemerintah selama beberapa hari terakhir hanya lanjutan dari serangkaian kejahatan yang telah dilakukan sebelumnya. “Selama serangan oleh milisi yang didukung Iran dan rezim Assad, lebih dari 2.000 warga sipil telah tewas dan hampir 5.000 orang terluka dalam tiga bulan terakhir,” ujarnya.
Ia mengatakan, Ghouta timur telah mengalami serangan kekerasan selama enam tahun terakhir. “Lebih dari 23 ribu warga sipil terbunuh di Ghouta timur sejak 2012, lebih dari 32 rumah sakit dan pusat kesehatan telah hancur, dan 1,7 juta warga sipil telah mengungsi,” ucap Aksoy memaparkan.
Sedangkan, dalam tiga hari terakhir, menurut Aksoy, serangan rezim Assad dan sekutunya telah menewaskan lebih dari 300 orang. “Jadi, kami mendesak PBB untuk mengambil lebih banyak tanggung jawab dan tindakan untuk memenuhi misinya,” ujar Aksoy.
Kondisi yang begitu memprihatinkan di Ghouta timur ikut pula menggugah Palang Merah dan Program Pangan Dunia.. Keduanya menyerukan gencatan senjata segera dilaksanakan.
Dengan begitu, ada kemungkinan mereka bisa mencapai Ghouta timur dan menyalurkan bantuan kepada warga. Di sana, lebih dari 1.200 orang telah terluka. Kondisi Ghouta yang terkepung oleh pertempuran telah membuat akses pangan dan obat-obatan ke kota kecil tersebut terblokir.
Penduduk setempat hidup dalam teror dan ketakutan. Sekitar 400 ribu warga diperkirakan terjebak dan memilih berlindung di gua-gua dan ruang bawah tanah. Kondisi perang makin diperparah karena hujan es juga melanda Ghouta timur.
Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland, Kamis (22/2), mengecam keras eskalasi serangan yang terjadi di distrik Ghouta, Suriah Timur. Dalam tiga hari terakhir, 250 warga sipil telah dilaporkan tewas di daerah tersebut.
"Kanada dengan mengutuk serangan yang disengaja dan meningkat terhadap warga sipil di Ghouta Timur, termasuk tenaga kerja medis profesional dan pekerja kemanusiaan," kata Freeland dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Anadolu Agency.
Menurutnya, serangan di Ghouta Timur sangat ganas dan memilukan karena tak lagi menghiraukan keberadaan warga sipil. Freeland menegaskan penargetan dan penyerangan terhadap warga sipil jelas merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional.
Oleh sebab itu, ia menyerukan pihak-pihak yang terlibat eskalasi serangan di Ghouta Timur segera menghentikan setiap serangan. "Kami menyerukan agar segera dilakukan deeskalasi di wilayah tersebut. Dan bagi rezim Suriah mengizinkan akses penuh terhadap bantuan kemanusiaan," ujarnya.