Senin 26 Feb 2018 10:12 WIB

Kenaikan Harga BBM Ancam APBN

Pemerintah perlu memiliki formula dan strategi yang tepat dari setiap kenaikan ICP.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
 Petugas mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) Non Subsidi pada kendaraan di SPBU.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Petugas mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) Non Subsidi pada kendaraan di SPBU. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rofi Munawar memandang kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi terjadi karena mitigasi pemerintah terhadap kenaikan International Crude Price (ICP) tidak maksimal. Selain itu, tren produksi lifting minyak nasional terus mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir dan bersamaan dengan itu konsumsi publik semakin tinggi.

Rofi menyadari bahwa kenaikan harga BBM non subsidi merupakan konsekuensi logis dari naiknya harga minyak secara global dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Namun, kata dia, jika ini dibiarkan terus menerus dipastikan akan berpengaruh kepada besaran Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN).

"Pemerintah selama ini terlena dengan rendahnya harga minyak dunia. Atas dasar itu pula subsidi energi ironisnya lebih banyak dialokasikan kepada sektor non energi seperti infrastruktur. Akibatnya saat harga minyak kembali tinggi seperti saat ini, APBN kita terancam mengalami defisit semakin dalam," kata Rofi dalam keterangan pers tertulis, Senin (26/2).

Rofi menuturkan, sejumlah kalangan sudah memberikan pandangan bahwa harga minyak dunia akan mengalami kenaikan secara signifikan didasarkan kepada perkembangan teknis dan non teknis dari negara-negara produsen minyak. Ditambah lagi kondisi geopolitik negara-negara produsen minyak di timur tengah cenderung terus memanas dan tidak stabil.

"Saat ini harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan," ujarnya.

Untuk harga minyak acuan Brent (ICE) berkisar 67,31 dolar AS per barel. Sementara WTI Crude Oil berada di harga 63,55 dolar AS per barel. Sedangkan nilai tukar rupiah berada di level Rp 13.685 per dolar AS.

"Kenaikan harga BBM non subsidi hampir tidak bisa dicegah karena Pemerintah telah menyerahkan mekanisme penentuan harga kepada pasar," Jelasnya.

Kendati demikian, menurut Rofi, dampak kenaikan bisa diminimalkan jika Pemerintah memiliki formula dan strategi yang tepat dari setiap kenaikan angka ICP yang berkembang. Terlebih, kata dia, kenaikan harga minyak ini secara faktual tidak sesuai lagi dengan alokasi anggaran energi yang telah dipatok pada APBN 2018 sebesar 46 dolar AS per barel.

 

Petugas mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) Non Subsidi pada kendaraan di SPBU.  (ilustrasi)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement