REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Utara akan mengadakan sidang peninjauan kembali (PK) atas kasus penistaan agama yang dilakukan mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Namun jika PK Ahok diterima, bagi Korlap FUI (Forum Umat Islam), Bernard Abdul Jabbar, menjelaskan hukum di Indonesia sudah tidak berfungsi lagi.
Ini dikarenakan pengajuan PK sudah mengabaikan langkah-langkah sebelum PK yang harus dilalui dulu. "Kalau PK Ahok diterima, berarti hukum sudah tak berfungsi lagi di negeri ini. Karena pengajuannya harus banding dulu, lalu kasasi, baru PK. Aturan kok ditabrak seenaknya," ujar Bernard saat dihubungi Republika.co.id, Senin (26/2).
Ia juga membandingkan kasus Buni Yani yang hingga saat ini belum ada ketetapan hukumnya, lantaran masih banding, sementara Ahok dengan mudahnya ajukan PK. Ia merasa hukum di Indonesia sudah digunakan sebagai kegiatan politik.
"Hukum sudah dipakai untuk kegiatan politik. Kalau Ahok diterima PK-nya, itu artinya dia bebas dan namanya bersih, clear, serta ia bisa maju jadi cawapres. Sehingga kita akan memohon pada hakim agar PK Ahok ditolak," papar Bernard lagi.
FUI bersama seluruh umat Islam, dikatakan Bernard, akan terus berjuang menegakkan keadilan andai PK itu benar-benar diterima. Dan meletakkan hukum sebagai panglima yang sesungguhnya.
Sebelumnya diberitakan, tim kuasa hukum Ahok mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus penistaan agama yang melilit mantan gubernur DKI Jakarta itu. Rencananya, sidang perdana PK Ahok ini akan digelar pada hari ini, Senin (26/2). Kuasa Hukum Ahok, Josefina Agatha Syukur, enggan membeberkan lebih detil apa alasan pihaknya mengajukan PK, walaupun sebelumnya santer beredar alasan mereka ajukan PK lantaran kekhilafan dari Majelis Hakim.