Senin 26 Feb 2018 14:45 WIB

Turki: Genjata Senjata tak akan Hentikan Operasi di Afrin

PBB sepakati gencatan senjata selama 30 hari.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Pasukan Turki dan milisi Suriah pro-Turki mencoba mengambil alih bukit Bursayah yang memisahkan Afrin yang dikuasai Kurdi dengan Kota Azaz, Suriah yang dikuasai Turki, 28 Januari 2018. Hampir sebulan operasi militer Turki berlangsung di Afrin.
Foto: AP Photo
Pasukan Turki dan milisi Suriah pro-Turki mencoba mengambil alih bukit Bursayah yang memisahkan Afrin yang dikuasai Kurdi dengan Kota Azaz, Suriah yang dikuasai Turki, 28 Januari 2018. Hampir sebulan operasi militer Turki berlangsung di Afrin.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Otoritas Turki mengatakan, gencatan senjata yang disepakati Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) tidak akan memberikan pengaruh terhadap operasi militer di Afrin. Turki menegaskan, tetap tidak akan menghentikan kegiatan di kawasan tersebut.

"Kami melihat resolusi DK PBB sebagai perlawanan teroris yang keluar dari jalurnya, itu sebabnya gencatan senjata tersebut tidak akan mempengaruhi operasi yang saat ini sedang berlangsung," kata Wakil Perdana Menteri Turki Bekir Bozdag Bekir Bozdag seperti diwartakan Anadolu Agency, Senin (26/2).

PBB baru saja menyepakati pemberlakuan 30 hari gencatan senjata di Suriah. Hal itu dilakukan untuk memberikan akses masuk bagi bantuan kemanusian ke negara konflik tersebut, terutama di Ghouta Timur.  Gencatan senjata diterapkan menyusul jumlah korban jiwa yang berjatuhan akibat serangan di kawasan tersebut.

 

Baca juga, Ini Jawaban Assad Atas Operasi Militer Turki di Afrin.

 

Lembaga Observasi Hak Asasi Manusia Suriah mencatatan lebih dari 400 orang tewas dalam serangan udara yang diluncurkan militer Presiden Bashar al Assad di Ghouta Timur. Serangan tersebut juga melukai sekitar 2.500 orang dalam pemboman yang tiada henti-hentinya terjadi di sana selama satu pekan terakhir.

Suriah memang sedang dirundung konflik sejak 2011 lalu saat rezim melakukan tindakan keras terhadap terhadap massa demonstrasi yang menentang pemerintahan. Menurut pejabat PBB, ratusan ribu orang terbunuh dalam konflik itu sampai saat ini.

Bozdag juga mengomentari mantan wakil petinggi militan PYD, Salih Muslum yang sedang menjalani masa tanahan di Praha, Republik Cezka. Dia mengatakan, pemerintah setempat tengah memprakarsai proses ekstradisi Salih Muslum.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement