REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sekitar 50 nasionalis mengganggu agenda konferensi pers di kota terbesar Myanmar, Yangon, pada Ahad (25/2). Konferensi pers itu diselenggarakan sekelompok biksu Buddha yang telah mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan melawan seorang biksu anti-Muslim.
Dilansir dari Anadolu Agency, kaum nasionalis, termasuk 20 biksu menerobos masuk ke sebuah apartemen di Kotapraja Kyauktada. Tempat itu merupakan lokasi anggota Komite Doktrin Buddhis Anti-False bertemu dengan para wartawan.
"Kami membatalkan acara hari ini karena kami tidak ingin melihatnya bertengkar," kata salah satu biksu yang merupakan panitia konferensi pers Min Thunya.
Panitia yang dibentuk pada April lalu, berkampanye melawan Wirathu. Ia adalah seorang biksu ultra-nasionalis di Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu.
Wirathu menyambut pembunuhan Ko Ni, seorang pengacara Muslim terkemuka dan penasihat hukum terkemuka untuk partai yang berkuasa tersebut. Pengadilan distrik di Yangon menuduh Kyi Lin, seorang pria bersenjata dan tiga orang melakukan konspirasi pembunuhan.
Awal bulan ini, sekelompok nasionalis hadir di sidang pengadilan yang mengenakan kaos dengan ungkapan Eat Well. Menurut bahasa setempat, kata-kata itu dianggap sebagai ancaman, untuk menunjukkan dukungan bagi para tersangka.
Panitia mempercepat langkah kampanye melawan Wirathu usai ia muncul dalam video singkat mengenakan kaos bertuliskan Eat Well
Jika dia menganggap dirinya sebagai biksu Buddha, dia harus bertindak sesuai dengan itu. Tidak ada ajaran Buddha yang mendukung pembunuhan, ujar Min Thunya.
Ia meyakini sulit bagi pemerintah mengambil tindakan terhadap Wirathu karena ia menonjol di kalangan nasionalis. Namun, ia mengingatkan, negara tidak akan mencapai prestasi apapun tanpa menegakkan aturan hukum.
Sudah lebih dari setahun sejak pembunuhan Ko Ni di Bandara Internasional Yangon. Namun, tersangka utama masih buron.