REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Antipolitik Uang Bareskrim Polri terus mengintai proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 di 171 provinsi dan kabupaten/kota Indonesia. Hal itu dilakukan untuk menekan kecurangan dari praktik politik uang.
Pasalnya, Komisoner Panwaslu Kabupaten Garut, Heri Hasan Basri dan komisioner KPUD Kabupaten Garut, Ade Sudrajat terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Satgas Antipolitik Uang, lantaran diduga menerima suap dari salah satu peserta pilkada.
"Operasi seperti ini akan terus berlanjut. Mabes dan polda-polda sudah bentuk Satgas Antipolitik Uang," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal, Jakarta, Senin (26/2).
Penangkapan dua pejabat penyelenggara pemilu di Kota Garut itu, menurut Iqbal merupakan bentuk implementasi instruksi langsung dari Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian. Menurutnya, hal itu sebagai upaya untuk dampak negatif dari proses demokrasi di Indonesia.
Sehingga, Satgas Politik Uang bakal terus melakukan upaya-upaya menekan praktik tersebut. "Agar pilkada tidak ada praktik money politics yang merusak sistem demokrasi kita," kata Iqbal.
Dengan adanya contoh kasus itu, Iqbal menyerukan kepada seluruh pihak terkait, baik peserta, pengawas dan penyelenggara pemilu, untuk tidak melakukan kecurangan apa pun untuk mencapai satu tujuan. "Jadi jangan coba-coba praktik bayar membayar yang melibatkan peserta pilkada, penyelenggara dan pengawas pilkada," ujar dia.
Dalam kasus ini, Heri Hasan Basri dan Ade Sudrajat diduga telah menerima sejumlah hadiah berupa uang sekira Rp 100 hingga Rp 200 juta dan juga sebuah mobil dari salah satu calon Bupati Garut. Keduanya diduga melanggar pasal 11 dan atau 12 UU Tipikor dan atau pasal 3 dan 5 UU TPPU.
Polisi pun melakukan penyitaan pada sejumlah barang bukti. Barang bukti yang disita berupa satuunit mobil Daihatsu Sigra warna putih bernomor polisi Z 1784 DY.