REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU Sengketa lahan dan wakaf bangunan yang membuat Ponpes Darussalam, Desa EretanKulon, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu terancam tergusur, hingga kini terus bergulir. Ponpes Darussalam pun mendapat dukungan dari ratusan kuwu (kepala desa) se-Kabupaten Indramayu.
Dukungan tersebut terlihat dari aksi yang dilakukan ratusan kuwu yang tergabung dalam Asosiasi Kuwu Seluruh Indramayu (AKSI), di depan gedung Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Indramayu, Senin (26/2). Dalam waktu bersamaan, di dalam gedung PN sedang berlangsung sidang kasus sengketa tersebut.
Dalam aksi tersebut, ratusan kuwu berbaur bersama ratusan santri Ponpes Darussalam. Satu per satu perwakilan kuwu pun berorasi dari atas mobil bak terbuka, untuk memberikan dukungan mereka kepada Ponpes Darussalam.
"Masalah yang dihadapi Ponpes Darussalam adalah masalah kita bersama," tegas salah seorang perwakilan kuwu dalam orasinya.
Ketua AKSI Tarkani AZ menjelaskan, aksi tersebut merupakan bentuk kepedulian para kuwu di Kabupaten Indramayu terhadap persoalan yang kini membelit Ponpes Darussalam. Menurutnya, para kuwu terketuk hatinya untuk membantu para santri di ponpes tersebut yang kini terancam tergusur.
"Sebagai kuwu dan sebagai umat Islam, hati kami terketuk melihat kegiatan belajar santri terganggu. Santri kini tidak dapat belajar dengan tenang," kata Tarkani.
Tarkani mengakui, masalah sengketa lahan pesantren yang sebenarnya sudah diwakafkan itu menjadi persoalan antara penjual dan pembeli. Namun, pihaknya meminta agar bangunan pesantren yang kini sudah berdiri agar diruislag.
"Kalau (tanahnya) tidak mau diwakafkan, silakan ambil tanahnya. Tapi, gedung pesantren harus diruislag," tegas Tarkani.
Tarkani menyatakan, dukungan dari ratusan kuwu se-Kabupaten Indramayu akan terus mengalir hingga Ponpes Darussalam memperoleh keadilan. Dia berjanji, aksi serupa akan terus berlanjut.
Kepala Sekolah SMP Darussalam, Kamal menjelaskan, Pondok Pesantren Darussalam berdiri pada 2001. Saat itu, pimpinan pondok, KH Masyhuri Baidlowi, diberikan tanah wakaf yang di atasnya berdiri sedikit bangunan oleh pemberi wakaf dari Cirebon.
Tanah wakaf itu selanjutnya dikelola oleh Masyhuri menjadi Pondok Pesantren Darussalam. Dalam perjalanannya, pesantren berkembang pesat dan memiliki banyak bangunan dan aset cukup lengkap, yang merupakan wakaf dari para wali santri dan umat.
Namun, sekitar 2015, orang yang mewakafkan tanah tersebut ternyata menjual tanah yang sudah diwakafkannya itu. Karenanya, pihak ketiga yang membeli tanah tersebut ingin menguasai tanah itu, sedangkan bangunan serta kegiatan pesantren yang berdiri di atasnya harus minggir.
"Kami akui, beliau (pemberi wakaf) mewakafkan tanah itu secara lisan. Tidak ada tulisan," kata Kamal.
Kamal menyatakan, pihaknya pun tidak mempermasalahkan jual beli tanah wakaf pesantren oleh pemberi wakaf tanah kepada pihak ketiga yang membelinya. Menurutnya, hal itu merupakan tanggung jawab pihak penjual dan pembeli di hadapan Allah SWT.
"Kami hanya menuntut bangunan pesantren di atas tanah itu harus diganti karena bangunan itu murni wakaf dari wali santri. Kami minta harus diruislag," tegas Kamal.
Kamal mengatakan, jika bangunan pesantren sampai digusur tanpa adanya bangunan pengganti yang sepadan dan representatif, ratusan santri yang akan menjadi korban. Mereka tak bisa lagi belajar dengan tenang seperti yang selama ini mereka jalani.