Selasa 27 Feb 2018 02:42 WIB

8 Juta Orang di Sudan Selatan Terancam Mengalami Kelaparan

Sekitar 5,3 juta warga Suan sudah dalam kondisi krisis.

Dalam foto yang diambil Kamis, 14 Juli 2016 ini tampak warga Sudan Selatan mengungsi di kamp PBB di Juba.
Foto: Beatrice Mategwa/UNMISS via AP
Dalam foto yang diambil Kamis, 14 Juli 2016 ini tampak warga Sudan Selatan mengungsi di kamp PBB di Juba.

REPUBLIKA.CO.ID, JUBA -- Sudan Selatan terancam kembali mengalami kelaparan. Badan Pangan dan Pertanian (FAO) PBB melaporkan hampir dua per tiga dari keseluruhan penduduk, sekitar delapan juta orang, membutuhkan bantuan makanan pada tahun ini untuk mencegah kurang gizi dan kelaparan.

Sudan sudah empat tahun sejak perang saudara dan kegagalan gencatan senjata di negara paling muda dunia tersebut. "Keadaan di Sudan Selatan itu sangat rentan dan kita akan menghadapi kembali bencana kelaparan. Perkiraan kami sangat kelam. Jika kami membiarkannya, maka dunia akan menyaksikan tragedi," kata Serge Tissot dari FAO di Sudan Selatan.

Sekitar 5,3 juta warga, atau 48 persen dari populasi keseluruhan, kini sudah berada dalam kondisi krisis dan darurat. Kondisi ini adalah tahap ketiga dan keempat dari lima skala poin menurut penelitian yang dipublikasikan oleh FAO.

Negara kaya kandungan minyak di kawasan Afrika timur itu mengalami perang saudara sejak 2013, setelah tentara loyalis Presiden Salva Kiir dan mantan Wakil Presiden Riek Machar bertempur satu sama lain.

Sejak saat itu, lebih dari empat juta orang terpaksa meninggalkan rumah sehingga menciptakan krisis pengungsi terbesar di Afrika sejak insiden genosida di Rwanda tahun 1994.

Pada Februari tahun lalu, PBB menyatakan bencana kepalaran telah terjadi di dua distrik Sudan Selatan. Namun krisis itu sudah berangsur membaik pada Juni.

"Kami memperkirakan menghadapi tahun terberat," kata Koordinator Kemanusiaan PBB, Alain Noudehou, dalam jumpa pers di ibu kota Sudan Selatan, Juba.

Catatan paling awal di Sudah Selatan dimulai saat negara itu menyatakan kemerdekaan dari Sudan pada Juli 2011.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement