Selasa 27 Feb 2018 07:52 WIB

Sekjen PPP: Sulit Duetkan Lagi Jokowi-JK di Pilpres 2019

Sekjen PPP mengajak semua pihak melihat ketentuan hukum jika ingin mengusung JK.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Komisi III DPR-RI, Arsul Sani di Gedung Nusantara II, Senin (16/10).
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Anggota Komisi III DPR-RI, Arsul Sani di Gedung Nusantara II, Senin (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memutuskan mencalonkan kembali Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (Capres) di pemilihan presiden (Pilpres) 2019, muncul wacana untuk kembali menduetkan Jokowi dengan Jusuf Kalla (JK) sebagai Cawapres. Namun, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai hal itu sulit terwujud.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP Arsul Sani mengajak semua pihak untuk melihat ketentuan hukum jika memasangkan kembali dengan JK. Menurut Arsul, merujuk pada Pasal 169 huruf n UU 7 Tahun 2017 bahwa persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden, selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

Ketentuan syarat itu juga lanjut Arsul, memberi tafsir hukum atas Pasal 7 UUD 1945, dan menegaskan bahwa maksimal seseorang bisa menjabat selaku presiden dan wakil presiden adalah dua kali periode jabatan.

"Seseorang yang pernah menjabat sebagai wakil presiden (ataupun presiden) lebih dari dua kali seperti Pak JK akan terhalang untuk menjadi cawapres lagi," ujarnya, Senin (26/2).

Anggota Badan Legislasi dari F-PPP itu juga mengungkap penjelasan Pasal 169 huruf n tersebut  menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan belum pernah menjabat dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan. Sehingga baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 (lima) tahun. Karenanya, ia menilai hal itu tidak bisa jika JK kembali dipasangkan menjadi calon wapres di 2019.

"Dengan segala hormat saya kepada Pak JK dan teman-teman PDI-P yang mempunyai aspirasi demikian, saya berpandangan wacana itu sulit diwujudkan karena ada Pasal 7 UUD 1945, dan lebih jelas lagi  terhalang syarat wakil presiden dalam undang-undang terkait pemilihan Presiden dan Wakil Presiden," ujar Anggota Komisi III DPR itu.

 

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyatakan partainya masih berharap dapat bekerja sama lebih lanjut dengan Jusuf Kalla. Hal tersebut ia sampaikan seusai pengumuman pencapresan Joko Widodo (Jokowi).

Namun Hasto mengatakan kerjasama dengan JK sebatas pandangan tentang figur pendamping Jokowi di Pilpres 2019 dibutuhkan. Apalagi, Kalla dianggap sangat memahami berbagai persoalan bangsa. "Tentu kami akan dengar masukan dari Bapak Jusuf Kalla karena beliau sangat memahami berbagai persoalan bangsa dan negara," ucapnya.

Pernyataan Hasto sekaligus meluruskan artikel John McBeth di laman Asia Times pada Rabu (7/2) lalu. Hasto menjelaskan Kalla tak mungkin kembali dipasangkan dengan Jokowi dalam Pilpres 2019.

"Itu tidak mungkin terjadi karena pencalonan presiden dan wakil presiden sudah dibatasi oleh undang-undang, bahwa seorang wakil presiden hanya boleh menjabat sebanyak dua periode saja," ungkap Hasto.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement