REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fitriyan Zamzami, Debbie Sutrisno
Pada 15 Maret 1998, asap menguar di seantero Jakarta. Kesaksian Republika saat itu menggambarkan titik-titik kerusuhan kentara dari puncak gedung Balai Kota DKI Jakarta. Kepulan asap tampak membubung ketika mata memutar memandang segala arah mata angin.
Kawasan Senen terbakar, demikian juga Roxy, Pasar baru. Mangga Dua, Duta Merlin, dan akhirnya Tanah Abang yang sudah mulai terbakar sejak pukul 12.30 WIB. Aksi penjarahan dibiarkan oleh aparat. Ribuan massa yang terdiri atas ibu rumah tangga, orang tua, anak-anak, laki-laki, dan perempuan, dengan leluasa menguras jualan.
Tanggal itu, tepat dua bulan setelah harapan digelontorkan Dana Moneter Internasional (IMF) terkait pemulihan perekonomian Indonesia yang sedang porak-poranda. Harapan yang ditandai adegan monumental Direktur Pelaksana IMF Michel Camdessus dengan kedua tangan terlipat di dada menyaksikan Presiden Soeharto menandatangani letter of intent paket pada 15 Januari 1998 lalu.
Indonesia kadung menelan malu, tapi perbaikan kondisi tak kunjung tiba hingga akhirnya Soeharto dilengserkan.
Dua puluh tahun sudah kejadian itu lewat. Kali ini, IMF datang lagi diwakili direktur pelaksana teranyar, Chirstine Lagarde. Ia diajak Presiden Joko Widodo berkeliling Jakarta, termasuk ke Tanah Abang yang dulu sempat terbakar di pucuk krisis.
Saat tiba di Pasar Tanah Abang Jakarta sekitar pukul 11.05 WIB, keduanya menjadi pusat perhatian para pedagang dan masyarakat yang berada di kawasan pusat grosir terbesar di Asia Tenggara tersebut. Keduanya berkeliling ke sejumlah kios dan beberapa kali mampir ke kios-kios pakaian.
Para pedagang dan masyarakat yang berada di pasar berdesakan melihat Presiden dan Lagarde dari dekat. Apa yang dibeli Lagarde kemarin? Jokowi menengok ke Lagarde. "Baju biru, koko untuk suami, oleh-oleh suami," kata Presiden Jokowi.
Lagarde yang berdiri di sisinya hanya tersenyum dan mengangguk. Presiden Jokowi pada kesempatan itu didampingi oleh sejumlah pejabat, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur BI Agus Martowardojo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Seusai meninjau, Lagarde terkesan dengan kekuatan industri tekstil dan para pekerja di pasar ini yang kebanyakan perempuan. Hal ini, menurut dia, memperlihatkan adanya iklim dinamis dari ekonomi Indonesia.
Melihat kondisi perekonomian saat ini, Lagarde pun menyebut ekonomi Indonesia saat ini berjalan dengan baik. "Hal ini didorong oleh konsumsi, investasi, dan ekspor. Dan tiga mesin ekonomi berjalan sangat baik," ujar Lagarde, selepas menyambangi pasar.
Dia mendaku kagum dengan reformasi berbagai program yang dilakukan pemerintahan saat ini membuat pergerakan ekonomi dalam negeri kembali membaik. Lagarde berharap perbaikan di sektor ekonomi ini juga merambah infrastruktur sektor pendidikan dan sosial.
Menurut Lagarde, kemajuan perekonomian Indonesia diyakini bisa semakin naik karena ekonomi global pun sedang berjalan jauh lebih baik tahun ini. IMF percaya tahun depan pun perkembangan ekonomi masih bagus. Dengan iklim ekonomi sekarang, Lagarde melihat Pemerintah Indonesia seharusnya bisa mencari keuntungan untuk percepatan pembangunan.
"Ini adalah pertumbuhan yang baik dan itu bagus untuk perusahaan," katanya.
Sebelum melakukan kunjungan ke Pasar Tanah Abang, Lagarde bersama Presiden Jokowi meninjau pelayanan kesehatan masyarakat yang mengikuti program kartu Indonesia sehat (KIS) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Menurut Lagarde, untuk mendapatkan 90 juta orang lebih yang menggunakan KIS secara gratis sangat fantastis.
Fasilitas yang diberikan pun mengesankan, baik dari segi ukuran ruangan maupun kecepatan penanganan pasien yang termasuk dalam sistem digital, mendukung ekonomi digital. "Selamat untuk Presiden dan mereka yang bekerja di rumah sakit," ujar Lagarde.
Sedangkan dalam pertemuan di Istana Negara, Jokowi dan Lagarde juga membahas pentingnya mencapai pertumbuhan potensial yang lebih tinggi untuk membantu menciptakan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang sedang tumbuh. Hal ini memerlukan pemobilisasi pendapatan untuk membiayai pengeluaran pembangunan dan mendukung reformasi di pasar produk, tenaga kerja, dan keuangan.
Melalui pertemuan ini, Pemerintah Indonesia dan IMF pun membahas perkembangan ekonomi terkini dan prospek Indonesia, serta Pertemuan Tahunan Bank Dunia Bank Dunia yang akan datang di Nusa Dua, Bali pada Oktober 2018.
"Kami berharap dapat mengadakan pertemuan IMF-Bank Dunia 2018 di sini pada bulan Oktober 2018, dan saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak berwenang atas kerja sama mereka yang luar biasa," ujarnya.
Terlepas dari pujian tersebut, keakraban Presiden Jokowi dengan Lagarde kemarin kontras dengan pernyataan yang dikeluarkan Presiden di hadapan anggota KTT Asia-Afrika di Bandung, 2015 silam. Saat itu, Jokowi dalam pidatonya mengatakan, kekuatan ekonomi dunia harus meninggalkan ide-ide kuno untuk membentuk tatanan ekonomi global baru.
"Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB adalah pandangan usang yang perlu dibuang," kata Presiden dalam pidatonya saat itu.
Menurut Presiden, kondisi ketika negara-negara kaya yang memimpin lembaga-lembaga itu seakan punya kuasa menentukan perekonomian global harus diubah.
Pertemuan Jokowi dengan Lagarde kemarin tak luput dari pantauan mantan menteri keuangan pada masa akhir Orde Baru Fuad Bawazier. Ia mengkritisi kedekatan yang ditunjukkan keduanya.
“Mengapa banyak orang lupa dan seperti membalik omongannya sendiri?’’ kata Fuad, kemarin.
Baca Juga: Kisah Bos IMF Bersedekap, Pujian dan Jatuhnya Soeharto
(muhammad subarkah, Pengolah: fitriyan zamzami).