REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Hakim Konstitusi, Hamdan Zoelva mengungkapkan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh terpidana penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok adalah hal yang biasa dalam proses hukum.
Hak untuk mengajukan PK itu, dimiliki semua warga negara yang sedang menjalani masa hukuman. Tapi, substansinya berbeda dengan proses banding. Kalau banding, kata Hamdan, terkait dengan pertimbangan hakim.
Kemudian, kalau PK kewenangan memutuskan berada pada Mahkamah Agung (MA). Namun, sebagai mantan praktisi hukum dan masyarakat yang paham hukum, akan melihat ada beberapa alasan PK Ahok bisa ditolak atau mungkin diterima MA.
Ia mengungkapkan, ada dua alasan, PK Ahok bisa dikabulkan atau tidak dikabulkan. Pertama benarkah ada bukti baru yang menjadi dasar pengajuan PK. "Bukti baru ini harus benar benar baru dan tidak pernah diajukan pada saat perkara berlangsung," ungkap Hamdan kepada wartawan, Selasa (27/2).
Tapi, lanjut dia, kalau bukti yang dianggap baru itu ternyata ada saat perkara berlangsung, ia memperkirakan putusan hakim di MA akan lain. Kemudian kedua alasan PK bisa dikabulkan kalau ada kekhilafan dan kesalahan yang nyata dari hakim tentang hukum maupun fakta dalam proses kasus Ahok selama ini.
"Ini dua alasan secara hukum bisa menjadi penyebab PK dikabulkan," katanya.
Untuk faktor kekhilafan nyata hakim ini jangka waktunya 180 hari atau enam bulan dari vonis dijatuhkan. Jadi sepanjang masih dalam batas waktu itu masih bisa diajukan. Kalau alasan PK karena faktor novum atau bukti baru, tidak ada batas waktu pengajuan PK.
Pertanyaannya apa dasar PK yang diajukan Ahok. Kalau kekhilafan hakim, menurut Hamdan tentu sudah tidak bisa karena lewat dari 180 hari atau enam bulan dari vonis. Kalau alasan PK adanya bukti baru, pertanyaan selanjutnya, bisakah hasil proses pengadilan Buni Yani dijadikan novum untuk PK.
Menurut Hamdan, asalkan ada fakta fakta yang baru dari proses pengadilan, bisa saja itu dipakai. Kalau pengajuan PK berdasarkan fakta keterangan saksi persidangan Buni Yani yang di bawah sumpah, itu bisa dipakai sebagai bukti baru.
Bagaimana kalau kemudian putusan sidang Buni Yani dijadikan dasar PK Ahok. Menurut Hamdan kalau berkaitan dengan pertimbangan dan kesimpulam hakim, itu belum bisa dijadikan pedoman untuk alasan PK.
"Karena belum berkekuatan hukum tetap. Vonis Buni Yani belum bisa dijadikan bukti baru karena bisa jadi berubah bila melakukan banding," terangnya.
Fakta-fakta baru dari saksi yang disumpah di pengadilan itu tidak berubah, berbeda dengan keputusan hakim dalam vonis, itu bisa berubah bila dilakukan banding.