REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Interpelasi DPRD DKI terhadap Gubernur dan Wakil Gubernur, Anies Baswedan-Sandiaga Uno masih sebatas wacana. Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana mengatakan, pemimpin DPRD belum menerima usulan interpelasi dari fraksi manapun sampai saat ini.
"Ya itu kan wacana dari mereka (oposisi Anies-Sandi), pimpinan DPRD belum menerima apapun juga usulan interpelasi," katanya di Balai Kota, Selasa (27/2).
Triwisaksana mengatakan, PKS dan Gerindra akan membahas bersama terkait wacana interpelasi yang rencananya diajukan partai oposisi Anies-Sandi di DPRD. Namun, kata dia, partai pendukung Anies-Sandi baru akan membahasnya jika fraksi pengusung interpelasi resmi mengajukan usulannya.
Dia memastikan, PKS dan Gerindra akan mendukung dan mengawal kebijakan Anies-Sandi. Dukungan ini, menurutnya, bukan sekedar lantaran sebagai partai pengusung. Kebijakan penataan Tanah Abang yang disebut-sebut menjadi objek interpelasi dinilai sudah benar dan merupakan kebijakan solutif untuk jangka pendek.
"Itu tidak ada aturan yang dilanggar. Penutupan jalan (Jatibaru) itu kan juga dilakukan di tempat yang lain (sebelumnya), CFD pada jam tertentu dan waktu tertentu. Pasar Baru dulunya jalan terus ditutup, samping Kedubes Inggris itu juga kan ditutup. Itu kan kebijakan," ujar dia.
Menurutnya, kebijakan tak bisa dikriminalisasi. Hal itu, kata politikus PKS ini, sudah sesuai arahan Presiden Jokowi agar kebijakan tidak dikriminalisasi. "Walaupun kita sebagai partai politik, fraksi juga mengingatkan arahan Presiden Jokowi agar kebijakan tidak dikriminalisasi. Arahan presiden kepada polda, kejaksaan pada waktu itu," ujar dia.
Ketua Fraksi Hanura DPRD DKI Ongen Sangadji juga mengaku fraksinya sama sekali belum membahas wacana interpelasi terhadap Anies-Sandi. Ia mengaku tak bisa mengambil kebijakan sendiri terkait interpelasi terhadap gubernur dan wakil gubernur. Semua harus dikoordinasikan dengan pengurus pusat.
"Belum mengikuti karena masih sibuk dengan urus kepartaiaan. Untuk interpelasi sendiri harus berkordinasi dengan DPP Hanura. Jadi saya tidak bisa mengambil kebijakan sendiri harus kordinasi dengan DPP (Hanura)," ujar dia.
Hak interpelasi pertama kali diwacanakan fraksi PDIP. Interpelasi diajukan dengan niat untuk melakukan koreksi atas kebijakan Anies-Sandi. Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono beralasan, setidaknya ada dua kebijakan Anies-Sandi yang melanggar UU dan peraturan daerah. Pertama, kebijakan penataan kawasan Tanah Abang.
Untuk penataan kawasan Tanah Abang, kebijakan yang dianggap melanggar UU yakni penempatan PKL di salah satu ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang. Kebijakan tersebut dinilai melanggar peraturan tentang lalu lintas. Undang-undang yang mengatur di antaranya UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Alasan kedua Fraksi PDIP ajukan hak interpelasi, terkait pemberian izin penyelenggaraan kegiatan besar di Monas. Kebijakan pembukaan Monas untuk kegiatan masyarakat ini, kata mereka, telah mengesampingkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995.
Menurut aturan tersebut, Monas seharusnya menjadi kawasan yang steril untuk kegiatan-kegiatan besar karena berdekatan dengan Istana Negara.