REPUBLIKA.CO.ID, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta melakukan pendataan dan pembinaan bagi mahasiswi bercadar. Pendataan mahasiswi bercadar di UIN Suka dilakukan berdasar surat resmi dengan nomor B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018. Proses pendataan dilakukan hingga 28 Februari 2018.
Salah seorang mahasiswi UIN Suka Yogyakarta yang memakai cadar, Dewi Mudrikah, merasa terdiskriminasi atas adanya surat edaran itu. Sebab, surat tersebut secara spesifik menyebut bahwa pendataan dan pembinaan dilakukan terhadap mahasiswi bercadar.
“Ini salah satu bentuk diskriminasi dengan alasan yang kurang logis,” ujar Dewi, Selasa (27/2).
Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam itu menilai, alasan pembinaan dianggap kurang logis karena pembinaan didasari oleh ketakutan pihak kampus terhadap pandangan sebelah pihak saja.
“Memang mungkin sebagian dari mahasiswi bercadar yang menganut ajaran tertentu. Tapi, mayoritas mahasiswi mengenakan cadar demi kenyamanan semata,” ucapnya.
Dewi sendiri mengaku mengenakan cadar atas pertimbangan kenyamanan. Saat dalam proses perkuliahan di kelas, Dewi tak merasa keberatan untuk melepas cadar. Sebab, Dewi menilai, wajah bukan termasuk dalam bagian dari aurat.
Dia pun mengungkapkan beberapa ragam alasan dari teman-temannya yang mengenakan cadar. Menurut dia, beberapa alasan pengenaan cadar, di antaranya adalah faktor kenyamanan, proses hijrah, tuntunan syariat, serta ajaran tertentu.
Kendati demikian, Dewi berharap, melalui pendataan dan pembinaan yang sedang dilakukan, pengambil keputusan di UIN Suka sekaligus dapat mendengar argumen dari para mahasiswi bercadar. Terutama, terkait latar belakang penggunaan cadar yang dilakukan mahasiswi.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UIN Suka, Waryono, mengatakan, program pembinaan tentang dasar-dasar negara Indonesia kepada seluruh mahasiswa UIN Suka, termasuk terhadap mahasiswi yang mengenakan cadar, bukan terpantik tanpa alasan, melainkan ada riset atau penelitian empiris yang mendasari program tersebut.
Riset itu dilakukan dalam lingkungan civitas akademika UIN Suka oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Suka.
“Sebagai institusi pendidikan tinggi, kebijakan dan program yang kami jalankan pun harus berdasarkan riset,” ujar Waryono, Selasa (27/2).
Meski seluruh mahasiswa mendapat pembinaan yang sama, Waryono melanjutkan, mahasiswi bercadar menjadi sorotan tersendiri. Alasannya, UIN Suka sempat kecolongan setelah adanya foto sekelompok perempuan bercadar di Masjid UIN Suka berpose dengan spanduk identitas ajaran yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan begitu, cadar hanya indikator awal atas adanya mahasiswi yang terlibat dalam gerakan radikal.
Untuk memastikannya, kata dia, UIN Suka melakukan penghimpunan data. Berdasar pada data yang terhimpun itu, nantinya pembinaan yang dilakukan pun dapat sesuai dengan latar belakang dari masing-masing mahasiswi.