REPUBLIKA.CO.ID, Kasus Anak Perkosa Anak Dinilai Terjadi Karena Pornografi dan Ketidakpahaman
JAKARTA -- Peristiwa tragis terjadi di Bogor pada 18 Februari lalu. Enam anak lelaki berusia enam hingga 11 tahun dikabarkan secara bersama-sama menyetubuhi anak perempuan berumur 8 tahun. Menurut ahli psikolog forensik Reza Indragiri, riset menemukan tali-temali antara menyaksikan hardcore pornography dengan perilaku yang diistilahkan sebagai child-on-child sexual abuse.
"Apa lagi yang akan dituding sebagai referensi pornografi kelas berat itu, kalau bukan gawai dan internet. Anak-anak, setelah menonton tayangan pornografi, mencoba menduplikasinya di kehidupan nyata mereka," terangnya lewat pesan singkat yang diterima Republika, Rabu (28/2).
Menurutnya mungkin pula para bocah pelaku itu sebelumnya telah menerima perlakuan seksual serupa. Mereka lantas menjadi pelaku guna memahami apa yang ada di hati pelaku ketika melancarkan kebejatan itu.
Tapi karena para pelaku masih amat belia, maka kendati tindak-tanduk mereka memang bersifat seksual, motif anak-anak seumur itu boleh jadi bukan seksual. Bahkan bisa saja mereka tidak memahami apa yang mereka lakukan dan tidak menyadari bahwa perbuatan mereka sesungguhnya menyakitkan dan membahayakan.
"Nah, bagaimana polisi nantinya akan mengonstruksi mens rea (niat) untuk menjerat para pelaku?" ujar Reza.
Ketidakpahaman itu pula yang membuat sejumlah kasus child-on-child sexual abuse di negara semisal Australia berujung pada dihentikannya tuntutan atau pun vonis tak bersalah. Getir memang bagi korban dan keluarganya.
Namun di sisi lain, bukan hanya si anak perempuan yang menjadi korban. Anak-anak lelaki yang menjadi pelaku selain dipidana, juga perlu direhabilitasi.