REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kian maraknya perkebunan kelapa sawit dan kebun karet unggul di berbagai daratan Provinsi Kalimantan Selatan mengubah kondisi hutan yang beraneka ragam buah khas setempat. Penambangan batubara juga mengupas lahan yang di atasnya berhutan dengan aneka buah tersebut.
Dari 1,7 juta hektare lahan hutan di Kalsel, kondisinya terus menurun seiring dengan berkembangnya perkebunan kedua komoditas yang menjadi andalan ekonomi tersebut. Sekitar 700 ribu hektare lahan yang kering kerontang akibat kebakaran hutan dan eksploitasi lainnya menyebabkan populasi buah-buahan endemik pulau terbesar di tanah itu terus menyUsut.
Berkurangnya kayu-kayu hutan membuat sebagian warga setempat terus menebang kayu dari pohon buah-buahan itu sekadar hanya untuk memenuhi kebutuhan kayu pembuatan rumah, pondok, dan bangunan lainnya. Belum lagi adanya warga yang menebang pohon buah untuk dijadikan veener sebagai bahan pelapis dalam plywood (kayu lapis) untuk kebutuhan ekspos.
Berdasarkan catatan, untuk jenis durian saja, di Kalimantan ini terdapat sekitar 40 jenis. Dari semua itu, sebagian terbilang unik dan tidak ada di daerah lain. Sebagai contoh di Kalsel ini ada durian yang kulitnya kuning keemesan dan isi buah juga kuning keemasan yang disebut penduduk setempat pampakin atau di Kaltim disebut buah lai (Durio kutejensis).
Ada pula durian berkulit merah kehitaman berduri panjang-panjang, isi warna putih warna biji hitam, rasanya khas yang disebut lahung (Durio dulcis) . Semua jenis durian tersebut, konon, hanya ada di Kalimantan karena tidak pernah ditemukan tumbuh di luar dari habitat aslinya pulau Kalimantan.
Menurut pemerhati buah-buahan Kalimantan Hanif Wicaksono, Kalimantan memang surga bagi tanaman buah, hanya saja sekarang populasinya terus menurun akibat eksploitasi lahan yang terus meningkat untuk berbagai kepentingan. Menurut dia, akibat kian menghilangnya jenis buah Kalimantan ini menimbulkan banyak keprihatinan yang mendalam akan lenyapnya kekayaan alam tersebut.
Tidak sedikit orang di luar Kalimantan, seperti dari Pulau Jawa yang merasa terpanggil untuk menyelamatkan plasma nutfah tersebut, lalu membeli biji-biji buahan tersebut. Hanif sendiri yang pekerjaannya adalah penyuluh program Keluarga Berancana (KB) dan desa binaannya adalah Desa Marajai, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalsel, dan kebetulan dia mendalami masalah buah-buahan Kalimantan ini merasa terpanggil untuk mengajak warga desa binaannya menggalakkan pembudidayaan lagi buah-buah tersebut.
Hanif Wicaksono yang didampingi Kepala Desa Marajai Adi Setiawan yang lebih populer dipanggil Adi Balangan mencoba menelusuri kawasan hutan setempat yang dipenuhi tanaman buah endemik Kalimantan. Tim kecil yang juga diiikuti oleh pengelola Kebun Raya Balangan tersebut menemukan sebuah kawasan yang banyak ditemui buah-buahan yang khas tersebut.
"Kita bersyukur masih ada lokasi lahan yang ditumbuhi aneka buah-buah khas Kalimantan, karena tidak dijadikan kebun karet unggul dan sawit sebagaimana lahan-lahan lainnya di wilayah ini," kata Hanif Waicaksono.
Lantaran masih tersedianya pohon-pohon buah itu, Marajai merupakan wilayah penghasil buah-buahan jenis langka itu yang banyak dijualbelikan, baik ke ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten, maupun ke daerah-daerah lainnya. "Untuk jenis durian saja, mungkin wilayah Marajai yang paling banyak memberikan kontribusi bagi pedagang durian di Balangan," kata Hanif yang dianggukkan pula Kepala Desa.
Apalagi durian di Marajai aneka spesies, ada durian berkulit merah, durian kuning, durian hijau tua, berduri, dan durian berkulit warna agak jingga. Buah lainnya yang teridentifikasi di desa bagian dari Pegunungan Meratus ini adalah Silulung (Baccaurea angulata) maritam (Nephelium ramboutan-ake) bumbunau (Aglaia laxiflora), babuku (Dimocarpus longan subspecies malesianus), luying/luing (Scutinanthe brunnea). Selain itu, juga ada buah kapul (Baccaurea macrocarpa), kalangkala (Litsea garciae), gitaan/tampirik (Willughbeia angustifolia), dan kumbayau (Dacroydes rostrata).
Kepala Desa Marajai Adi Setiawan berjanji akan mengajak pemilik lahan buah-buahan tersebut untuk merawat dan mengembangkannya lebih luas lagi tumbuhan tersebut agar desa mereka bisa menjadi sentra buah-buahan endemik Kalimantan yang mulai langka itu. Bahkan, oleh Kepala Desa kawasan ini, akan dijadikan agrowisata buah-buahan endemik Kalimantan yang akan terus dipromosikan ke berbagai daerah.