Rabu 28 Feb 2018 11:34 WIB

AS: Rusia Penyulut Sekaligus Pemadam Api di Suriah

AS dan Rusia berada di sisi yang berseberangan dalam konflik Suriah.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).
Foto: Ghouta Media Center via AP
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jenderal Angkatan Darat AS A V Joseph Votel menuduh Rusia memainkan peran yang tidak stabil di Suriah. Menanggapi gencatan senjata singkat yang secara sepihak diumumkan Rusia di wilayah Ghouta timur, Votel mengatakan Rusia bertindak sebagai penyulut sekaligus pemadam api di negara tersebut.

AS dan Rusia berada di sisi yang berseberangan dalam konflik Suriah yang telah berlangsung selama tujuh tahun. Rusia sangat mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad yang pasukannya mengepung daerah Ghouta timur, yang dikuasai pemberontak di dekat ibu kota Damaskus.

"Secara diplomatis dan militer, Moskow berperan sebagai pemicu dan pemadam api. Mereka memicu ketegangan di antara semua pihak di Suriah, kemudian bertugas sebagai arbiter, untuk menyelesaikan perselisihan, mencoba melemahkan posisi tawar masing-masing pihak," kata Jenderal Votel, dalam sidang Komite Layanan Bersenjata DPR.

Votel menambahkan, Rusia telah gagal mengendalikan sekutunya, Suriah. "Saya pikir Rusia harus mengakui mereka tidak mampu, atau tidak ingin berperan dalam mengakhiri konflik di Suriah. Saya pikir peran mereka sangat tidak stabil pada saat ini," jelas dia.

photo
Tragedi di Ghouta Timur.

Menurutnya, Rusia telah menggunakan Suriah untuk menguji senjata baru dan taktik militer mereka. Rusia telah meningkatkan kemampuan rudal permukaan-ke-udara di wilayah Suriah yang mengancam AS untuk mendominasi wilayah udara.

Selama sepekan terakhir, tentara Suriah dan sekutunya telah menyerang Ghouta timur dan menewaskan ratusan orang. Seruan Rusia melakukan gencatan senjata selama lima jam pada Selasa (27/2), gagal menghentikan pengeboman di wilayah tersebut.

PBB mengatakan, tidak mungkin bisa membantu warga sipil atau mengevakuasi orang-orang yang terluka dalam waktu sesingkat itu. Menurut PBB, semua pihak seharusnya mematuhi seruan gencatan senjata selama 30 hari penuh yang telah diminta oleh Dewan Keamanan PBB.

Pada Selasa (27/2), juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert mengatakan Rusia telah gagal mematuhi gencatan senjata tersebut. "Mereka tidak mematuhi gencatan senjata karena mereka terus mendukung pemerintahan Bashar al-Assad. Itu sangat tragis," kata Nauert, merujuk pada meningkatnya korban tewas di kalangan warga sipil dan anak-anak.

Dia mengatakan serangan di Ghouta timur sangat mengerikan dan mengingatkan dunia atas kehancuran serupa yang terjadi tahun lalu di Aleppo.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement