Rabu 28 Feb 2018 15:14 WIB

Prihatin, Izin Pesantren tidak Dipermudah

Izin pendirian pesantren ditarik ke pusat bertentangan dengan semangat debirokratisa

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Gedung Kemenag
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Gedung Kemenag

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) sedang menyusun regulasi standar minimum dan izin pendirian pesantren di Indonesia. Kedepannya, Izin pendirian pesantren tidak lagi dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/ kota. Tapi akan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam di Kemenag.

Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Sodik Mudjahid berpandangan, izin pendirian pesantren ditarik ke pusat bertentangan dengan semangat debirokratisasi. Yakni semangat penyederhanaan birokrasi. Di mana-mana pendelegasian wewenang ke kabupaten/ kota. Tapi Kemenag malah mengambil perizinan dari daerah ke pusat.

"Prihatin karena pesantren tidak dipermudah, tapi dipersulit karena isu radikalisme. Berapa persen pesantren yang radikal? Jangan karena isu radikal kemudian digeneralisir pesantren radikal sehingga izin pendirian pesantren harus dari pusat," kata Sodik kepada Republika, Rabu (28/2).

Ia mengatakan, Kemenag jangan berlawanan dengan arus zaman, yaitu penyederhanaan perizinan. Kemenag juga jangan termakan dengan isu-isu pesantren radikal. Buktikan secara ilmiah dan berikan fakta tentang berapa persen pesantren yang terkena radikalisme. Mereka yang radikal itu hanya oknum-oknum pesantren saja.

Ia menyampaikan, menteri agama tolong bersikap, jangan mudah terkena gosip dan isu dari pihak-pihak lain. Menteri agama tolong berprinsip membela umat, jangan memperberat umat karena desakan dari umat yang lain atau kelompok lain.

"Harus berpihak ke umat, Kementerian Agama. Jangan berpihak ke isu-isu yang menekan umat," ujarnya.

Menurut Sodik, pemerintah membuat standar mutu pesantren boleh, tapi izinnya tidak harus dari pusat. Nanti akan makin sulit mendapatkan izin dan segala macamnya.

Sebelumnya, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren dari Kemenag, Ahmad Zayadi mengatakan, selama ini pendirian pesantren kurang terkontrol oleh pemerintah. Dengan dilakukan standarisasi pesantren, nanti akan bisa mengontrol pemahaman-pemahaman ekstrem di Indonesia.

Pendirian pondok pesantren ke depannya harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur Arkanul Ma'had dan Ruuhul Ma'had. Arkanul Ma'had meliputi ketersediaan kiai, ustaz, santri, asrama, masjid dan kitab kuning. Ruuhul Ma'had meliputi ruh NKRI dan nasionalisme, ruh keilmuan, keikhlasan, kesederhanaan, ukhuwah Islamiyah, kemandirian, kebebasan dan optimisme, serta ruh keseimbangan.

Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Prof Kamarudin Amin menjelaskan, regulasi tersebut sebagai upaya kehadiran negara dalam menjaga keutuhan NKRI. "Kita tidak ingin seperti India, Bangladesh, Afghanistan yang tidak mengkontrol diri dari ideologi ekstrem," ujarnya, dilansir dari web resmi Kemenag, Selasa (27/2).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement