REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Jihad, menurut syariat Islam, adalah berjuang dengan sungguh-sungguh, untuk menegakkan din/agama Allah atau menjaga din tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul.
Menurut Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, domain jihad itu sangat luas, dan memberi peluang kepada setiap orang/instansi untuk berjihad sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
“Di antara sekian banyak peluang jihad yang ada di Indonesia, jihad melawan korupsi merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh semua komponen bangsa,” kata Ahmad Heryawan saat memberikan keynote speech Seminar Nasional dan Bedah Buku “Jihad Memberantas Korupsi” yang diadakan oleh Universitas BSI bekerja sama dengan Forum Akademisi Indonesia (FAI) di Bandung, Selasa (27/2).
Aher, panggilan akrab Ahmad Heryawan menambahkan, jihad melawan korupsi ini selain bertujuan menegakkan agama, juga bertujuan dalam rangka menjaga jiwa, keturunan, akal, harta dan bangsa.
“Karena pada hakikatnya korupsi itu mencemari jiwa dan raga pribadi manusia, keluarga, masyarakat, dan pada akhirnya mampu menggoyahkan sendi-sendi berbangsa dan bernegara,” tegas Aher dalam sambutan yang dibacakan Inspektur Pemda Jabar, Dr M Solihin.
Aher mengemukakan, Pemda Jabar selaku bagian birokrasi, bertekad untuk menajdi ujung tombak jihad melawan korupsi. Hal itu karena Pemda Jabar memiliki kewenangan dan sumber daya yang memadai.
“Saat ini Pemda Jabar juga sedang melaksanakan jihadnya melawan korupsi. Berbagai kebijakan dan program digulirkan untuk mengikis habis terjadinya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme,” papar Aher.
Seminar dan bedah buku “Jihad Memberantas Korupsi” itu menampillkan empat nara sumber. Mereka adalah mantan Penasehat KPK, yang juga penulis buku “Jihad Memberantas Korupsi”, Dr Abdullah Hehamahua; mantan Wakil Ketua KPK, Dr Bambang Widjojanto; Ketua Umum APTISI Dr Budi Djatmiko; dan Ketua Umum FAI, Dr Indra Uno.
Seminar yang dibuka oleh Rektor Universitas BSI Dr Purwadi MPd itu juga dihadiri Pengurus Yayasan BSI, Ir Naba Aji Notoseputro, dan Ketua STMIK Nusa Mandiri Dr Mohamad Wahyudi. Sekitar 100 orang, dari kalangan dosen dan mahasiswa, mengikuti seminar dan bedah buku tersebut.