REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el). Salah satu tersangka adalah keponakan dari terdakwa kasus KTP-el Setya Novanto.
"KPK telah menemukan bukti permulaan baru yang cukup untuk menetapkan dua tersangka. Keduanya adalah saudara IHP dan saudara MOM," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo pada konferensi pers yang dilaksanakan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (28/2).
IHP dan MOM diduga dalam melakukan perbuatannya bersama-sama dengan Setya Novanto dan terdakwa serta tersangka kasus KTP-el lainnya. Untuk IHP, diduga sudah sejak awal mengikuti proses pengadaan KTP-el dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera. Ia pun diduga ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek KTP-el.
"Konsorsium Murakabi walau kemudian kalah, diduga sebagai perwakilan Setya Novanto. Diketahui IHP adalah keponakan Setya Novanto," sebut Agus.
Agus melanjutkan, IHP juga diduga telah mengetahui adanya permintaan imbalan sebesar lima persen untuk mempermudab pengurusan anggaran KTP-el. IHP juga diduga menerima total USD 3,5 juta pada periode 19 Januari sampai 19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Setya Novanto secara berlapis melewati sejumlah negara.
"Sedangkan MOM diduga pemilik perusahaan PT Delta Energy, perusahaan SVP, perusahaan di bidang investment company di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana," kata Agus.
Melalui kedua perusahaannga itu, kata dia, MOM diduga menerima uang sebesar USD 3,8 juta sebagai peruntukkan kepada Setya Novanto. Uang tersebut diterima melalui perusahaan OEM Investment PTE. LTD Singapura sebesar USD 1,8 juta dari Biomorf Mauritius. Kemudian, sisanya melalui rekening PT Delta Energy sebesar USD 2 juta.
"MOM diduga menjadi perantara fee untuk anggota DPR sebesar 5 persen dari proyek e-KTP," jelasnya.
Agus menerangkan, terhadap IHP dan MOM, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubag dengan UU No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.