Kamis 01 Mar 2018 03:35 WIB

Pendirian Pesantren Secara Bebas Lemahkan Akreditasi

Pengawasan pemerintah dalam pendirian pesantren dinilai lemah.

Rep: Novita Intan/ Red: Reiny Dwinanda
Sejumlah santri mendengarkan materi saat sosialisasi pengawasan partisipatif sadar pengawasan pemilu warga santri di Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (27/12).
Foto: Antara/Moch Asim
Sejumlah santri mendengarkan materi saat sosialisasi pengawasan partisipatif sadar pengawasan pemilu warga santri di Masjid Al Akbar, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Begitu mudahnya pendirian pesantren oleh tokoh agama membuat banyak institusi pendidikan Islam itu tidak memiliki akreditasi yang mumpuni. Hal tersebut merupakan dampak terparah dari lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pendirian pesantren.

Ajaran dan paham keagamaan yang menyimpang pun dengan mudah masuk dalam kurikulum para santri. Alhasil, banyak pesantren yang memiliki ajaran paham yang tidak sesuai dengan Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI). 

"Itu terlihat dari perkembangan radikalisme, cara pandang umat Islam tidak moderat di tengah keragaman agama, dan pola pikir kelompok agama yang tidak sesuai dengan pancasila dan NKRI," ucap pengamat pendidikan Islam dari UIN Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (1/3).

Untuk itu, Jejen mendukung langkah pemerintah untuk menyusun regulasi tentang standar minimum dan izin pendirian pondok pesantren. Ia meyakini langkah tersebut dapat meminimalisir penyebaran paham radikalisme di kalangan santri.

"Saya kira langkah pemerintah bukan hanya meningkatkan mutu pendidikan saja," ungkapnya.

Jejen melihat perkembangan pesantren di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan, terutama pada pesantren yang memiliki sekolah formal. Sejumlah alumni santri tampak andilnya di masyarakat, termasuk dalam pemberdayaan ekonomi umat. "Hanya saja perlu memang standar pendirian pesantren ditingkatkan dan peran pemerintah diperlukan," jelasnya.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pendis Kamaruddin Amin, mengatakan standar pendirian pesantren minimum dari sisi kurikulum hingga sumber daya manusianya. Perbaikan tersebut menjadi upaya kehadiran negara dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI).

"Dalam pembuatan standar ini tentu wajib kita libatkan pesantren," kata Kamaruddin saat orasi dalam Rapat Koordinasi Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren di Jakarta, Senin (26/2) malam.

"Kita tidak ingin seperti India, Bangladesh, Afganistan yang tidak mengontrol diri dari ideologi ekstrem, ungkapnya.

Selain itu, melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren), Kamaruddin juga menjelaskan bahwa regulasi izin pendirian pondok pesantren yang selama ini berada di tingkat wilayah Kabupaten/Kota, akan ditarik ke pusat. "Selama ini kita agak longgar," ungkapnya.

Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perjuangan santri pondok pesantren. Indonesia mencatat banyak memiliki pahlawan yang lahir dari pesantren, antara lain KH Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, dan KH Wahid Hasyim. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement